Siswa SMAN 1 Lamongan: “Saya Jadi Lebih Optimis dan Mencintai Perdamaian”
Aliansi Indonesia Damai- Senyum keceriaan terpancar dari wajah 50 siswa saat mengikuti kegiatan Dialog Interaktif bertema “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 1 Lamongan, Rabu (20/2/2019). Kegiatan yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) itu diikuti oleh para aktivis sekolah yang terdiri dari perwakilan pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan Majelis Perwakilan Kelas (MPK).
Antusiasme para siswa peserta Dialog Interaktif usai kegiatan mewujud ke dalam komitmen mereka untuk mencintai perdamaian dan menolak kekerasan. Mereka juga bertekad untuk menjalani hidup lebih optimis. Tekad tersebut mereka tanamkan dalam diri sebagai bentuk dari upaya meneladani sifat orang-orang tangguh. “Saya harus optimis menjalani hidup ini dan lebih mencintai perdamaian,” tegas salah seorang peserta dalam kegiatan itu.
Dari pihak sekolah, Kepala SMAN 1 Lamongan, Kiswanto, S.Pd., M.Pd. mengatakan, perdamaian adalah kebutuhan setiap manusia. Bila kondisi kehidupan tidak damai, manusia tidak akan dapat menikmati segala macam anugerah Tuhan. Karena itu, ia menekankan kepada murid-muridnya agar aktif berperan memelihara kedamaian. Menurutnya, perdamaian adalah suatu anugerah yang tak tergantikan. “Hidup yang paling enak itu damai. Berbagai kebahagiaan dunia seperti jabatan dan harta, itu semua tidak ada artinya tanpa kedamaian,” katanya saat menyampaikan sambutannya.
Menurut Kiswanto, para siswa bisa belajar dari kisah mantan pelaku aksi kekerasan yang telah bertobat. Dari mereka para siswa bisa mengambil pembelajaran bahwa setiap manusia pasti pernah berbuat salah di masa lalunya. Namun demikian, orang baik adalah mereka yang mengakui kesalahan di masa lalunya dan memperbaikinya untuk hidup di masa depan. “Orang baik bukan orang yang tidak pernah berbuat salah. Semua orang pernah berbuat salah, termasuk mantan pelaku terorisme. Orang baik adalah mereka yang mengakui kesalahannya di masa lalu dan memperbaikinya di masa kini dan masa depan,” katanya.
Ia juga mengajak para siswa agar senantiasa berusaha mewujudkan perdamaian, minimal di lingkungan keluarga dan sekolah. Sebab, mengupayakan perdamaian, kata dia, merupakan perintah Tuhan. Setelah berusaha semaksimal mungkin untuk mewujudkan perdamaian, setiap manusia lalu diperintahkan untuk menebarkan perdamaian itu untuk sesama. “Ayo kita amalkan perintah Al-Quran untuk mewujudkan kedamaian. Setelah kedamaian itu diraih sebarkan kepada teman-teman yang lain,” paparnya.
Dalam Dialog Interaktif “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 1 Lamongan, AIDA menghadirkan korban dan mantan pelaku terorisme sebagai narasumber. Mereka adalah Christian Salomo (korban Bom Kuningan 2004), dan Choirul Ihwan (mantan narapidana kasus terorisme). Kris, sapaan akrab Christian Salomo, menceritakan kisahnya ketika menjadi korban bom di depan Kedutaan Australia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada 9 September 2004 silam. Pada saat kejadian, ia terpental jauh akibat ledakan bom yang membuat pandangannya gelap dan hanya asap tebal yang terlihat. Hampir seluruh tubuhnya terkena luka bakar dan kemasukan proyektil bom. Bahkan, luka bakar itu hampir membuat kaki kirinya lepas. “Saya tidak melihat apa-apa. Seperti ada yang jatuh dari atas panas sekali. Mau berlari kaki kiri sudah hancur, kaki saya seperti mau lepas. Panas sekali,” katanya.

Meskipun mengalami berbagai penderitaan akibat bom, Kris mengaku telah menerima kejadian itu sebagai ujian dari Tuhan Yang Maha Esa. Pasalnya, dari kejadian itu ia merasa lebih menghargai kehidupan. Kepada para siswa SMAN 1 Lamongan yang mengikuti Dialog Interaktif, ia berpesan agar menjadi pribadi pemaaf dan tidak membalas kekerasan apa pun yang ditimpakan orang lain dengan kekerasan juga. Sebab, kekerasan yang dibalas dengan kekerasan tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan, justru itu semua membuat masalah tidak akan berakhir. “Jangan pernah membalas kekerasan dengan kekerasan, itu hanya akan menambah rantai kekerasan,” ungkapnya.
Sementara itu, Choirul Ihwan mengaku menyesal karena pernah bergabung dengan kelompok teroris. Aksi terorisme, kata dia, selalu menimbulkan penderitaan bagi orang-orang yang menjadi korban. Untuk itu ia memberi pesan kepada para siswa agar tidak terjerumus ke dalam kelompok kekerasan. Baginya, kekerasan bertentangan dengan ajaran agama Islam. “Apa yang pernah saya lakukan di masa lalu adalah kesalahan bagi saya. Jangan sampai adik-adik terjerumus seperti saya,” paparnya. [AH]