Home Inspirasi Suara Mantan Pelaku Mereka Tersadarkan Setelah Bertemu Korban
Suara Mantan Pelaku - 27/08/2019

Mereka Tersadarkan Setelah Bertemu Korban

Aliansi Indonesia Damai- Mereka yang pernah terlibat dalam kelompok ekstrem berpegang pada keyakinan bahwa apa yang mereka lakukan akan mendapatkan pahala dan surga. Umumya para mantan pelaku menganggap jihad melalui kekerasan adalah jalan yang dibenarkan oleh agama. Namun setelah bertemu korban mereka tersadarkan bahwa jalan kekerasan adalah tindakan yang keliru dan bertentangan dengan ajaran luhur agama.

Salah seorang mantan pelaku terorisme, Ali Fauzi makin mantab memilih jalan perdamaian setelah bertemu sejumlah korban. Pada mulanya, sekitar delapan tahun silam, saat menghadiri sebuah konferensi yang diselenggarakan oleh Gooogle Ideas SAVE di Irlandia, Ali bertemu dengan salah seorang korban Bom JW Marriott 2003. Melihat tubuh penyintas itu penuh bekas luka bakar, Ali tak kuasa menahan air mata. Ia mengaku amat sedih, karena salah satu perakit bom yang menciderai penyintas tersebut adalah bekas muridnya di masa lalu. Sang Penyintas tak hanya mengalami luka fisik, tetapi juga trauma yang amat dalam. Hebatnya, ia tak menaruh rasa dendam terhadap para pelaku. Justru memberikan dukungan untuk berjuang bersama di jalan yang lebih bermanfaat, yaitu mengampanyekan perdamaian. Ali berulang kali menyatakan permohonan maaf sambil memeluk erat penyintas tersebut.

“Tidak ada orang baik yang tidak mempunyai masa lalu, dan tidak ada orang jahat yang tidak mempunyai masa depan. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berubah menjadi lebih baik.”

Ali yang juga adik kandung dari dua terpidana mati kasus Bom Bali 2002 mengatakan, semua manusia di dunia ini pasti pernah melakukan kesalahan, namun masa depan adalah lembaran baru yang masih bersih untuk diisi dengan hidup yang lebih baik dan bermanfaat. Karena itu, ia meyakini para mantan pelaku terorisme memiliki kesempatan hidup untuk memperbaiki kesalahan di masa lalunya. Katanya dengan penuh hikmah, “tidak ada orang baik yang tidak mempunyai masa lalu, dan tidak ada orang jahat yang tidak mempunyai masa depan. Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berubah menjadi lebih baik.”

Hal yang sama juga dirasakan oleh almarhum Hanzolah yang juga pernah terlibat dalam jaringan terorisme. Pertemuan Hanzolah dengan korban meninggalkan kesan yang sangat mendalam. Bahkan dalam sebuah kesempatan dengan AIDA, matanya terlihat berkaca-kaca saat ia menceritakan kembali kisah penderitaan Albert, salah satu korban Bom Kuningan 2004. Ia mengungkapkan bahwa sudah semestinya para mantan pelaku meminta maaf kepada para korban dan keluarganya dengan atau tanpa mediasi AIDA. Mereka harus mempertanggungjawabkan setiap darah yang tumpah dalam tragedi terorisme. 

Seorang mantan pelaku terorisme lainnya, Kurnia Widodo, juga mengaku menyesal atas kekeliruan pemikirannya dahulu. Walaupun Kurnia tidak terlibat langsung dalam aksi kekerasan, namun ia merasa seolah-olah turut melakukan aksi terorisme. Ketika AIDA mempertemukannya dengan sejumlah korban bom, ia tak kuasa melihat kondisi korban yang cacat dan kehilangan anggota keluarga tercinta. Ia mendengarkan kisah demi kisah penderitaan korban. Ia tidak menyangka imbas dari ideologi yang pernah dianutnya sangat merugikan orang lain. Ia pun memohon maaf kepada para korban atas kesalahan pemikirannya.

Baca juga “Kasih Sayang Orang Tua Mengalahkan Itu Semua”

Kisah hidup dan pengalaman buruk dari penyintas juga turut menggugah hati dan kesadaran Iswanto, salah seorang mantan kombatan yang pernah terlibat konflik dengan kekerasan di Maluku dan Sulawesi Tengah. Setelah bertemu korban, ia baru mengetahui betapa mengerikannya dampak aksi terorisme. Ia tak bisa membayangkan, bagaimana jika penderitaan itu terjadi pada keluarganya. Karena itu, ia mengaku amat menyesali pemikiran dan tindakannya membela kelompok kekerasan di masa lalu. Dari kisah korban Iswanto memilih meninggalkan ajaran-ajaran jihad yang bermakna kekerasan. 

Kisah penyintas terorisme yang menginspirasi pertaubatan mantan pelaku juga dialami oleh Choirul Ihwan. Pertaubatannya bermula saat AIDA mempertemukan Choirul dengan seorang penyintas. Ia merasa sangat terpukul saat bertatap langsung dengan korban dengan kondisi tubuh penuh bekas luka bakar 60 persen akibat bom. Bahkan mantan narapidana teroris ini mengaku shock, terharu dan menangis, ketika mendengar langsung dari sang korban bahwa ia telah memaafkan para pelaku dan pendukungnya. Pertemuan tersebut meyakinkan Choirul untuk bertaubat dari ideologi ekstrem dan meninggalkan jalan kekerasan.

Kisah ketangguhan hidup penyintas terorisme telah menyadarkan sejumlah mantan pelakunya untuk menapaki jalan perdamaian. Kisah penyintas juga mengingatkan kita bahwa jalan kekerasan hanya akan menimbulkan kerusakan pada ciptaan Tuhan yang sempurna: umat manusia. Namun, melalui kisah korban dan pertaubatan mantan pelaku, generasi muda diharapkan mampu menangkal pengaruh ideologi ekstrem, minimal di lingkungannya masing-masing. Dari kisah keduanya pula generasi muda diharapkan dapat menguatkan diri sendiri untuk tidak menyakiti atau berlaku tidak adil terhadap orang lain, yaitu dengan tidak membalas kekerasan dengan kekerasan, dan tidak membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan. (SWD)

Baca juga Dari Jalan Kekerasan, Menjadi Duta Perdamaian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *