Dialog Mahasiswa Unsoed dengan Mantan Napiter
Aliansi Indonesia Damai- Ratusan mahasiswa Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto mengikuti kegiatan Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as : Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya yang digelar AIDA secara daring pada Jumat (23/04/2021).
Salah satu narasumber yang dihadirkan adalah Iswanto, mantan terorisme. Dalam kesempatan ini, Iswanto mengisahkan perjalanannya terlibat dalam kelompok ekstremisme kekerasan hingga pada akhirnya bertobat dan memilih jalan perdamaian. Mahasiswa yang hadir dalam kegiatan daring ini nampak khidmat dan antusias mendengar kisah yang disampaikan oleh Iswanto.
Baca juga Merangkul Mereka yang Bertobat
Beberapa pertanyaan bergulir untuk Iswanto, salah satunya dari mahasiswa Fakultas Hukum. Ia bertanya tentang perasaan Iswanto saat pertama kali bergabung dalam kelompok ekstremisme dan setelah memutuskan untuk keluar dari kelompok tersebut.
Iswanto mengaku merasa bangga saat bisa tergabung dalam kelompok ekstrem, apalagi ketika diutus ke medan jihad. Kala itu ia merasa sedang memperjuangkan sebuah kebenaran. Meski demikian, Iswanto tak memungkiri bahwa dalam lubuk hatinya ada sebuah pergolakan batin.
Baca juga Menyerap Ibroh dari Kehidupan Penyintas Bom Bali I
“Bagaimana pun meninggalkan keluarga itu sedih. Namun kesedihan saya saat itu kalah dengan cita-cita saya (menjadi jihadis: red). Saya mohon maaf, ketika saya sibuk di dunia itu, sibuk di tempat konflik, ketika orang tua saya meninggal, saya tidak tahu. Itu yang menjadi penyesalan saya sampai sekarang. Mudah-mudahan Allah maafkan,” kata Iswanto.
Sementara ketika memutuskan untuk keluar dari kelompok ekstrem, ia harus menguatkan komitmen dalam dirinya. “Ketika keluar ya Ini risiko kita. Cara supaya kita bebas dari organisasi itu ya semuanya kembali pada diri sendiri. Kita harus punya aktivitas lain sehingga ketika keluar dan tidak diperhatikan, tidak berkecil hati, karena kita masih punya aktivitas lain yang harus dikerjakan,” ujarnya.
Baca juga Menumbuhkan Iklim Perdamaian di Kampus
Pria asal Lamongan ini bersyukur karena pada akhirnya bisa keluar dari lingkaran ekstremisme. Bagi Iswanto, masa-masa itu bukanlah masa yang mudah. Ia mengaku sempat dikucilkan teman-temannya yang dulu. “Yang penting prinsip saya, istri saya, keluarga saya, dan masyarakat di sekitar saya sudah bisa menerima saya,” ujarnya. [LADW]
Baca juga Dialog Mahasiswa Universitas Peradaban dengan Mantan Napiter