29/08/2022

Bangsa Kuat karena Perbedaan

Aliansi Indonesia Damai- “Kita jangan mau dibodohi. Kita harus mampu berpikir cerdas, menyaring berbagai informasi, dan jangan mau diadu domba, menjunjung tinggi bhinneka tunggal ika.”

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Ririn Amelia, peserta kegiatan “Halaqah Perdamaian: Belajar dari Korban dan Mantan Pelaku Terorisme” yang digelar AIDA di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol, Padang, Sumatera Barat, beberapa waktu silam. Kegiatan diikuti oleh lebih dari 150 mahasiswa utusan beberapa perguruan tinggi di Sumbar.

Baca juga Pentingnya Membicarakan Perdamaian

Menurut mahasiswi Universitas Negeri Padang itu, terorisme merupakan tindakan yang jahat, tidak hanya merugikan masyarakat kalangan bawah, namun juga merugikan bangsa dan negara. Terorisme juga menghancurkan mental generasi muda secara langsung ataupun tidak.

Ia bersyukur dapat mengikuti kegiatan ini karena dapat berdialog langsung dengan mantan pelaku terorisme dan korbannya, sehingga memetik banyak pelajaran. “Sebagai generasi muda kita harus memiliki pemikiran yang cerdas untuk bisa mengatasi berbagai ancaman terorisme,” tuturnya.

Baca juga Meninggikan Islam dengan Pengetahuan

Senada dengan Ririn, Muhammad Dirwan, peserta dari UIN Mahmud Yunus Batusangkar, menegaskan, agar pemuda tidak terjerumus ke dalam jaringan terorisme, maka langkah yang harus dilakukan adalah membentengi diri secara pengetahuan dan menyaring setiap informasi yang datang secara teliti.

“Mahasiswa memiliki tugas yang berat. Selain harus memahami permasalahan secara akademik, kami juga harus memiliki peran di masyarakat, yaitu memberikan informasi yang edukatif,” katanya.

Baca juga Azyumardi Azra: Perkuat Resiliensi Wasathiyah

Dirwan berpesan kepada para pemuda agar selalu menjaga perdamaian. “Kita hidup di tengah masyarakat dengan berbagai macam suku, ras, dan agama. Kita juga diajarkan bahwa Indonesia memiliki sejarah perbedaan. Namun sejarah juga membuktikan kita kuat karena perbedaan,” ucapnya.

Terkait kegiatan ini, Dirwan mengaku mindset-nya berubah setelah mendengar kisah silaturahmi antara pelaku dengan korban terorisme. Awalnya ia berpikir bahwa pelaku terorisme itu identik dengan kekerasan dan tindakan di luar batas. “Pada dasarnya terorisme merupakan ancaman yang bersifat universal. Namun pertemuan antara korban dan mantan pelaku ini bisa kita kembangkan di tengah masyarakat,” katanya. [FKR]

Baca juga Dua Kutub untuk Indonesia Damai

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *