Meninggikan Islam dengan Pengetahuan
Aliansi Indonesia Damai- Meninggikan harkat martabat Islam dan umatnya bukan dengan cara kekerasan. Cara memajukan Islam dan kaum muslimin adalah dengan penguasaan ilmu pengetahuan secara mendalam. Tidak ada kemajuan tanpa pendidikan yang baik.
“Belajar serius. Kuasai ilmu pengetahuan. Tingkatkan kepemimpinan. Tidak ada jalan pintas memajukan Islam,” ujar Azyumardi Azra, Guru Besar Sejarah Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat menjadi pembicara kunci dalam Pelatihan Pembangunan Perdamaian di kalangan aktivis Mahasiswa Padang dan sekitarnya, yang digelar AIDA di Padang, Sabtu (23/Juli/2022).
Baca juga Azyumardi Azra: Perkuat Resiliensi Wasathiyah
Azra menjelaskan, sejarah Islam Indonesia adalah history of progress yaitu sejarah mengenai kemajuan. Ia mengutip temuan MC Ricklefs, sejarawan asal Australia, yang menyatakan bahwa sejarah Islam di Indonesia adalah santrinisasi, yaitu semakin banyaknya kaum santri yang tampil menjadi garda depan dalam pembangunan bangsa.
Dahulu kala sempat muncul mitos bahwa jika ada orang pintar dari Indonesia, maka ia bukan berasal dari kaum santri. Faktanya saat ini banyak sekali cendekiawan terkemuka di Indonesia berasal dari lingkungan yang taat menjalankan Islam.
Baca juga Dua Kutub untuk Indonesia Damai
“Kita sudah menghapus mitos itu. Ini yang harus kita syukuri. Dengan suasana damai kita bisa menuntut ilmu dengan baik. Situasi itu tidak bisa kita temukan jika mau berangkat sekolah ada bom, mau beribadah ada bom,” katanya.
Berdasarkan fakta tersebut, maka wajib bagi umat Islam menjaga perdamaian dan kerukunan. Ia membandingkan dengan situasi sejumlah negara Timur Tengah yang terus dilanda perang saudara, seperti di Afghanistan dan Yaman. Keduanya kini menjadi negeri termiskin di dunia. Banyak orang terancam mati kelaparan.
Baca juga Dialog Mahasiswa ITT Purwokerto dengan Penyintas Bom Kuningan
Dalam hemat Azra, perdamaian merupakan konsep yang built in dalam Islam, karena secara bahasa, islam bermakna damai. Umatnya diperintahkan menjadi pribadi yang muthmainnah (tenang) yang mampu mengendalikan emosi.
“Damai itu bukan berarti kalah. Misalnya ketika kaum muslimin diagresi, maka wajib membela diri. Tapi kita dilarang menyerbu orang lain hanya karena beda agama atau sekadar beda aliran,” tuturnya. [MSY]
Baca juga Warek ITT Purwokerto Ajak Mahasiswa Lestarikan Perdamaian