02/08/2023

Tiga Faktor Penghambat Perdamaian

Aliansi Indonesia Damai- Ada tiga faktor dominan yang menghambat atau bahkan menghancurkan perdamaian global. Tiga hal tersebut harus diatasi bersama agar tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan umat manusia.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Syafiq Abdul Mughni, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, saat menjadi pembicara kunci dalam Forum Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama yang digelar AIDA di Samarinda, Kalimantan Timur, akhir Mei 2023 silam.

Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya itu menjelaskan, faktor pertama penghambat perdamaian adalah rivalitas politik global di mana beberapa negara memerebutkan status sebagai kekuatan adidaya. Bagaimana Amerika Serikat dan sekutunya bersaing dengan Rusia dan sekutunya terus bersaing merebut pengaruh politik global.

Baca juga Mendorong Santri Melestarikan Perdamaian

“Perang itu tidak di negara mereka tapi perangnya di negara lain, di Yaman, Suriah, dan lain-lain. Ada perebutan sumber daya alam, ada kekuatan, yang pendek kata, ingin menjadi penguasa tunggal di dunia ini. Persaingan inilah yang menyebabkan ketegangan, konflik, peperangan di berbagai daerah,” ujarnya.

Dalam konteks ini, publik harus pintar mendiagnosis setiap konflik yang terjadi. Misalnya perang di Suriah dan Yaman yang banyak dipersepsikan sebagai pertikaian antara Sunni dan Syiah, sehingga muncul sentimen anti-Syiah di banyak negara. Padahal dalam hemat Syafiq, sejatinya konflik itu dipicu perebutan kekuasaan, sumber daya alam, dan perdagangan.

Baca juga Menumbuhkembangkan Budaya Damai

Faktor penghambat perdamaian yang berikutnya adalah violent extremism (ekstremisme dengan kekerasan). Ekstremisme bisa berlatar politik, budaya, maupun agama. Syafiq mencontohkan ketegangan yang terjadi di Myanmar. Baginya, konflik di sana dipicu oleh rasa kebangsaan yang mengeksklusi orang-orang muslim bersuku Rohingnya yang dianggap bukan warga negara Myanmar.

“Ini menunjukkan bahwa violent extremism terjadi tidak dalam konteks agama, tapi dalam konteks politik. Karena hak kewarganegaraan tidak diberikan kepada orang-orang muslim Rohingya. Mungkin dimensi agama ada, tetapi hakikatnya tidak dominan. Karena di tempat lain, misalnya di Yangoon, umat muslim di sana baik-baik saja,” tuturnya.

Baca juga Ketua PP Muhammadiyah: Agama Tak Boleh Abaikan Kemanusiaan

Ha yang  kurang lebih sama juga terjadi di negara-negara Barat dalam bentuk sentimen anti-imigran. Karena adanya kebencian terhadap muslim imigran, sejumlah politisi mengeksploitasinya untuk mengeruk suara dalam pemilihan umum. Isu yang diangkat adalah anti-imigran. Sehingga menguat perasaan white supremacy dan semacamnya.

Faktor berikutnya adalah perubahan iklim (climate change), yaitu pemanasan global yang membuat persediaan sumber daya alam menjadi sangat terbatas. Dalam situasi itu umat manusia akan berebut sehingga peperangan rawan terjadi. Karena itulah umat manusia harus memiliki kesadaran menjaga lingkungan dan kelestarian alam sebagai salah satu upaya menjaga perdamaian di muka bumi. [MSY-MLM]

Baca juga Melengkapi Trilogi Ukhuwwah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *