Gerakan Menyamakan Persepsi
Aliansi Indonesia Damai- ”Saya sangat bahagia menjadi bagian dari gerakan Aliansi Indonesia Damai. Karena apa? sebetulnya kita ini gerakan untuk menyamakan persepsi-persepsi, dan paling tidak, kalau kita berbeda pendapat kita memahami mengapa dia berpikir begitu.”
Pernyataan ini disampaikan oleh Imam B Prasodjo, Sosiolog Universitas Indonesia, saat menjadi pembicara kunci dalam kegiatan “Seminar Sehari Halaqah Perdamaian: Belajar dari Korban dan Mantan Pelaku” yang diselenggarakan oleh AIDA di Universitas Lampung (Unila), Bandar Lampung, September 2023 silam.
Baca juga Taaruf: Understanding with Respect
Dalam kegiatan ini AIDA menghadirkan Kurnia Widodo, mantan narapidana terorisme yang telah bertobat, dan Sudirman Thalib, korban Bom Kuningan 2004, sebagai narasumber inti. Dengan atribusinya yang bertolak belakang, keduanya berbagi kisah pengalaman hidup masing-masing kepada puluhan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Bandar Lampung dan sekitarnya.
“Hari ini kita ketemu (mantan pelaku), dan ini korbannya berdampingan. Luar biasa ’kan? ’Ini orang yang dulu bikin aku hampir mati.’ Kira-kira begitu. Tapi hari ini mereka berdua berdampingan,” ujar Imam yang juga Pembina AIDA.
Baca juga Menyelaraskan Ayat Kauniyah dan Qauliyah
Kurnia dan Sudirman saat ini telah tergabung dalam Tim Perdamaian AIDA. Bersama sejumlah penyintas terorisme dan mantan pelaku ekstremisme kekerasan lainnya, selama beberapa tahun terakhir keduanya bahu-membahu mengampanyekan perdamaian kepada khalayak luas.
Dalam hemat Imam, perjumpaan dan pertemanan antara Kurnia dan Sudirman mengajarkan kepada kita betapa pentingnya dialog. Melalui proses itu terjadi tukar pengalaman, pengetahuan, termasuk mungkin tafsir-tafsir keagamaan. Meski tentu saja awalnya tak mudah bagi korban terorisme maupun mantan pelaku terorisme untuk bisa saling blak-blakan.
Baca juga Adaptif dengan Zaman
”Buka dialog, buka diskusi. Jangan kau tutup karena apa yang kau pikirkan belum tentu benar. Wong kita, di tingkat 1 dan tingkat 2 kadang-kadang berubah pikirannya. Membuka diri itu ciri kampus yang benar. Banyak diskusi, banyak baca buku lintas disiplin, tidak hanya lintas bahkan transdisiplin,” katanya berpesan.
Lebih jauh Imam berharap bahwa keterbukaan dalam dialog akan membawa hikmah, bukan sebaliknya memicu musibah. ”Jangan salah, orang berdialog seringkali menstimulasi kemarahan bukan menstimulasi keramahan. Mari jadikan dialog itu sesuatu yang menjadikan kita menjadi lebih memahami, lebih memunculkan understanding, tidak memprovokasi, apalagi menebarkan amarah,” ucapnya memungkasi orasi. [MSY-CN]