Semangat Damai Melahirkan Kegembiraan
Aliansi Indonesia Damai- AIDA menggelar “Dialog Interaktif: Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMAN 8 Balikpapan, akhir Februari silam. Wakil Kepala SMAN 8 Balikpapan Bidang Kesiswaan, Suyoto, menyambut baik kegiatan AIDA. Pasalnya, tidak semua sekolah di Balikpapan mendapatkan kesempatan yang sama menyelenggarakan kegiatan ini.
“Jadi, kepada anak-anakku sekalian, kami berpesan, apa yang nanti disampaikan di sini saya minta untuk diikuti dengan penuh semangat, pahami, laksanakan kelak setelah keluar dari ruangan ini. Kalian memiliki kecakapan, memiliki ilmu, dan tentunya memiliki karakter yang berbeda daripada siswa yang lain,” ujar Suyoto saat membuka kegiatan.
Baca juga Cermat Menyerap Informasi
Ia menuturkan, tujuan kegiatan sudah terlihat dari nama penyelenggara yaitu Aliansi Indonesia Damai, yang berarti akan membentuk karakter anak-anak bangsa menjadi orang-orang yang ramah dan cinta damai.
Lebih jauh menurut dia, orang yang cinta damai tidak menonjolkan keegoisan yang dapat menimbulkan fanatisme berlebihan terhadap kelompoknya, sehingga bisa bersikap toleran dan menjaga harmoni sosial.
Baca juga Moral di Atas Skill
“Artinya damai itu apa sih? Suasana yang kondusif di situ ada ramah-tamahnya, kegembiraan, toleransi, bantu-membantu baik sosial maupun ekonomi,” katanya menerangkan.
Pada akhir sambutannya, Suyoto berharap agar peserta yang mengikuti kegiatan dapat menyebarkan kepada siswa-siswi lain yang tidak mengikuti kegiatan. “Sehingga apa yang menjadi sasaran Bapak/Ibu AIDA sekalian nanti akan berkembang. Dan, ilmu ini semoga juga sebagian pahala jariyah bagi kita bersama,” katanya memungkasi sambutan.
Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Makassar (Bag. 1)
Dalam kegiatan tersebut, AIDA menghadirkan Iswanto, mantan pelaku ekstremisme kekerasan, dan Ni Luh Erniati, penyintas Bom Bali 2002. Iswanto bergabung dengan jaringan ekstremisme kekerasan sejak remaja atas ajakan guru-gurunya. Ia juga pernah terlibat langsung dalam aksi-aksi kekerasan di wilayah konflik, yaitu Ambon dan Poso.
Setelah melalui banyak lika-liku kehidupan, Iswanto memutuskan meninggalkan kelompok lamanya secara total dan menjalani kehidupan secara normal di kampung halamannya di Lamongan Jawa Timur. Kepada para peserta kegiatan, ia berpesan agar mereka cermat dalam memilih guru dan lingkaran pertemanan, serta tidak mudah ”termakan” informasi yang belum dipastikan kesahihannya. [MSH]
Baca juga Pesan Ketangguhan Pelajar Makassar (Bag. 2-terakhir)