JI Kembali ke NKRI: Menyimak Penuturan Mantan Petingginya (Bag. 2)
Setahun silam, tepatnya 30 Juni 2024, ratusan mantan pegiat Jamaah Islamiyah (JI) meriung di salah satu hotel di kawasan Bogor Jawa Barat. Usai bermusyawarah mereka mencapai mufakat, JI harus dibubarkan. Tak butuh tempo lama, saat itu pula deklarasi pembubaran JI langsung dibacakan oleh salah satu pendiri JI. Di antara poin penting yang diikrarkan adalah kembalinya JI ke pangkuan NKRI.
Beberapa waktu lalu, Arif Siswanto, mantan Ahlu Syuro (penasehat) JI, dalam salah satu kegiatan yang diselenggarakan AIDA di Jakarta menuturkan panjang lebar alasan pembubaran organisasi yang telah digelutinya selama puluhan tahun. Berikut adalah bagian kedua dari artikel berseri.
Baca juga JI Kembali ke NKRI: Menyimak Penuturan Mantan Petingginya (Bag. 1)
Arif mendekam di rumah tahanan khusus teroris di Bogor. Ia berjumpa dengan ratusan koleganya sesama pengurus dan anggota JI dari pelbagai wilayah di Indonesia. Sebagian besar dari mereka adalah pengasuh pesantren, guru, pendakwah publik (mubalig), bukan pelaku penembakan, pengeboman dan sebagainya.
“Banyak yang kemudian bertanya-tanya, Ustaz, kenapa terjadi ‘banjir bandang’ seperti ini? Kenapa kami-kami yang tidak tahu begini jadi kena juga?” ujar Arif mengenang topik perbincangan yang muncul saat ia menjalani masa penahanan pada 2020-2021.
Baca juga Jamaah Islamiyah, dari Johor Berakhir di Bogor
Sebagai mantan petinggi JI, Arif merasa bertanggung jawab menjelaskan posisi JI di hadapan negara. Secara organisasi, awalnya JI memiliki semacam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Bernama PUPJI (Pedoman Umum Perjuangan al-Jamaah al-Islamiyah). Pada masa kepemimpinan Para Wijayanto, pedoman ini direvitalisasi menjadi TASTOS (Total Amniyah System Total Solution) dan kemudian berubah menjadi STRATAJI (Strategi Tamkin JI).
“Semua rencana ke depan JI sudah dituangkan, dan siapa pun negara yang membacanya itu pasti menempatkan siapa yang mengoperasikan ini sebagai musuh negara. Pasti itu,” ucap Arif.
Karenanya meskipun profesi guru dan mubalig adalah mulia, namun selama terkait dengan JI, toh hasil akhir dari proses pendidikan dan dakwah itu bermuara ke sasana-sasana pelatihan sebagai persiapan untuk dikirimkan ke medan-medan jihad.
Baca juga Tentang Pembubaran JI
“Belum lagi ketika berbicara lembaga-lembaga fund raising, pelatihan-pelatihan militer atau tadrib ‘askari, bahkan bengkel senjata walaupun kelasnya hanya bikin senapan angin saja, tapi fakta bahwa itu memang menuju ke arah titik itu (melawan negara: red),” kata Arif.
Saat itu Arif sudah berkomitmen, jika ditakdirkan oleh Allah SWT untuk balik ke masyarakat maka dirinya tidak akan kembali ke JI, melainkan kepada kelompok besar kaum muslimin atau sawadul a’dham, seperti NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, atau Persis
“Saya sarankan kalian kalau ditakdirkan bisa pulang, kalian juga kembali ke tempat yang sama seperti saya. Kalau tidak, kalian akan kembali ke tempat ini (Rutan). Jika mau membuat lembaga yang baru, buatlah lembaga yang punya legalitas yang tidak berbeban hukum,” Arif menyarankan. (bersambung-MSY)