28 seconds ago

Hijrah dan Perdamaian

Umat Islam di seluruh dunia baru saja menyambut dan merayakan tahun baru Islam 1447 H. Penyambutan ini berlangsung dalam suasana yang tidak cukup menggembirakan, mengingat ada 1,7 juta warga di Gaza yang masih menanggung derita akibat invasi dan genosida Israel. Di belahan bumi Afrika, Timur Tengah, dan beberapa negara lain, umat juga masih dilanda konflik dengan kekerasan. Miliaran warga dunia hidup dalam suasana yang masih jauh dari kata damai.

Islam sejatinya membawa rahmat bagi seluruh alam. Beberapa perkembangan mutakhir di dunia global yang anarkistis dan tidak damai belakangan ini merupakan tanggung jawab pemimpin negara, ulama, dan cendekiawan muslim untuk menuntun para pihak ke jalan perdamaian, bukannya jalan kekerasan, agresi, dan peperangan.

Baca juga Idul Adha: Momentum Menjaga Perdamaian

Tahun baru Islam menjadi momentum bagi pemimpin dan umat untuk meneguhkan kembali semangat hijrah Nabi Muhammad Saw pada 15 abad lalu. Secara bahasa, hijrah berasal dari kata hajara-yahjuru-hajaran, yang bermakna memutuskan dan meninggalkan. Secara istilah hijrah berarti seseorang yang meninggalkan, baik secara fisik, maupun perkatan dan hati segala realitas kehidupan yang negatif (AIDA, 12/7/2021).

Dari pengertian dan istilah tersebut, hijrah dapat dimaknai dalam konteks global, nasional, dan individual sosial kemasyarakatan saat ini.

Dalam konteks global, hijrah adalah momentum negara-negara Islam untuk menjadi negara yang terus memelopori perdamaian melalui pendekatan dialog, diplomasi, dan kebijakan yang melindungi rakyatnya dari segala bentuk kekerasan. Menghadapi situasi Palestina, dialog dan diplomasi dengan Israel dan entitas pendukungnya merupakan cara yang harus selalu diupayakan demi terciptanya kehidupan yang saling menghormati di antara dua negara tersebut (two states solution). Gencatan senjata antara Israel dan Iran setelah perang 12 hari sebelum tahun baru Islam ini merupakan momentum negara dan aktor internasional lainnya untuk terus mendukung upaya damai di dunia.

Baca juga Tetap Damai di Era Disrupsi

Dalam konteks nasional, 1447 H merupakan momentum bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk bahu membahu membangun perdamaian, mencegah terjadinya aksi kekerasan, dan merespon tindakan kekerasan dengan cara-cara yang damai sesuai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Prinsip ‘tidak membalas dengan kekerasan’ harus dijunjung tinggi.

Dalam konteks kehidupan individual di masyarakat, penting mengambil ibroh dari  “hijrahnya” korban dan mantan pelaku terorisme. Para mantan teroris berhijrah dari jalan kekerasan kepada perdamaian. Mantan pelaku juga harus menghadapi kecaman, bahkan intimidasi dari rekan-rekannya yang masih berada dalam ekstremisme. Belum lagi keraguan sebagian kalangan terhadap komitmen pertobatan mereka (AIDA, 20/8/2022).

Baca juga Merayakan Syawal sebagai Bulan Perdamaian

Sementara penyintas terorisme berhijrah dan berjuang menaklukkan amarah dan dendam terhadap para pelaku yang telah merenggut kebahagiaan mereka. Banyak korban berhasil menjadi pribadi yang mampu berdamai dengan kenyataan dan berwatak pemaaf (AIDA, 20/8/2022).

Beberapa mantan teroris dan korbannya bahkan sudah melakukan rekonsiliasi, bersatu, bahu membahu dalam kampanye perdamaian. AIDA mendorong agar hal serupa bisa dilaksanakan di belahan bumi lain.  

Selamat tahun baru 1447 H. Damailah dunia dan damailah Indonesia selalu!

Baca juga Berkhidmat untuk Perdamaian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *