Nyoman Rencini, Menjadi Ibu Sekaligus Bapak
Aliansi Indonesia Damai- “Ipar saya datang membawa kabar bahwa suami saya tidak kembali,” ujar Nyoman Rencini mengenang kabar mengenai suaminya, Ketut Sumerawat yang menjadi korban ledakan bom Bali pada 12 Oktober 2002 silam. Rencini menceritakan kisahnya dalam kegiatan Dialog Interaktif bertema “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di SMAN 1 Singosari, Malang (13/3/19).
Saat itu, Rencini sebenarnya mengetahui bahwa telah terjadi ledakan bom di daerah Legian Bali, di kawasan sang suami bekerja. Sementara Rencini yang tinggal di daerah Singaraja, senantiasa berdoa agar tak terjadi apa-apa dan berharap sang suami akan pulang secepatnya. Namun demikian, Ibu dari tiga anak ini harus menerima kenyataan bahwa sang suami menjadi salah satu dari 202 korban jiwa dalam guncangan bom itu. “Saya tidak memiliki firasat apa pun, jadi pas mendengar kabar itu saya sampai-sampai melempar yang saya pegang,” ujar Rencini sembari terisak.
Bagi Rencini, kehilangan seorang suami sama halnya dengan kehilangan tulang punggung keluarga. Apalagi setelah ditinggal suami, Rencini masih memiliki tiga orang putri yang masih kecil. Putri-putrinya itu masih membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya serta biaya yang tidak kecil untuk pendidikan di masa depan.
Rencini mengisahkan, setelah tiga hari pasca kejadian bom itu, beberapa anggota keluarganya mencari Ketut di rumah sakit Sanglah, Denpasar yang sampai saat itu keberadaan jasadnya belum ditemukan. Rencini tidak ikut dalam pencarian itu karena harus menjaga anak-anak. Pencarian itu tidaklah mudah. Ada banyak tantangan, salah satunya pihak rumah sakit tidak memperbolehkan kantong jenazah korban bom dibuka.
Meskipun demikian, Rencini dan keluarga tak kenal lelah mencari jasad Ketut. Mereka memutuskan untuk menggunakan bantuan ‘orang pintar’. Hingga beberapa hari kemudian, jasad Ketut berhasil ditemukan dengan kondisi yang sangat sulit dikenali wajah dan fisiknya. Setelah memeriksa ciri-ciri fisik jasad tersebut, Rencini pun yakin jenazah itu merupakan ayah dari anak-anaknya.
“Melihat kondisi suami seperti itu membuat saya emosi sesaat. Saya lupa punya anak, (hingga) ingin mengakhiri hidup. Saya menenangkan diri dengan melihat ketiga anak saya yang masih kecil-kecil itu. Saya menarik napas, saya tidak boleh seperti itu,” ujar Rencini dengan terisak-isak.
Tantangan tak berhenti sampai di situ. Meksipun jasad sudah ditemukan, namun pihak Rumah Sakit masih memintanya untuk melakukan tes DNA guna memastikan kebenaran jenazah itu. Pihak keluarga resah menanti hasil tes. Hingga akhirnya pihak Rumah Sakit memastikan bahwa jasad tersebut adalah suami Rencini. Dalam rasa duka yang dalam, Rencini dan keluarga menyerahkan jenazah Ketut untuk dikremasi oleh pihak rumah sakit.
Setelah peristiwa itu, Rencini perlahan berusaha bangkit dari keterpurukannya. Ia berjuang untuk menjadi kepala rumah tangga bagi ketiga putrinya. Bahkan Rencini mengaku pantang dikasihani dan memutuskan pindah ke Denpasar. Siang dan malam ia menjadi pedagang keliling di kawasan wisata dan pelabuhan di Teluk Benoa demi memenuhi kebutuhan keluarganya. Pagi hari ia mengantarkan anak ke sekolah, lalu di siang hari bekerja, di sore hari menjemput anak, sementara pada saat malam-sampai dini hari ia berjualan. Aktivitas ini ia lakukan selama bertahun-tahun karena cintanya pada anak-anaknya.
Kegigihan Rencini tersebut membuktikan bahwa musibah tak selalu menjadikan seseorang terpuruk. Ia menunjukkan bahwa seseorang bisa menjadi ibu sekaligus bapak bagi anak-anaknya. Semua itu ia lakukan demi masa depan anak-anaknya. “Yang meninggal itu tidak bangkit lagi, tapi saya sama anak-anak harus melanjutkan hidup. Saya ingin menyekolahkan anak-anak saya biar lebih pintar melebihi saya dan ayahnya,” tutur perempuan Bali tersebut. Ia selalu memperhatikan pendidikan anak-anak. Saat ini, anak pertamanya telah lulus SMA dan sudah mulai bekerja. Anak kedua dan ketiga tengah melanjutkan studi di Perguruan Tinggi sambil bekerja.
Kepada para siswa SMAN 1 Singosari Rencini pun berpesan, “Kalian harus bersekolah dengan rajin. Dapat nilai yang bagus, karena itu akan memposisikan kalian ke tempat yang bagus nantinya.” (MSH)