Home Suara Korban Belajar Mensyukuri Hikmah di Balik Musibah
Suara Korban - 12/04/2017

Belajar Mensyukuri Hikmah di Balik Musibah

Menceritakan kembali pengalaman memilukan di masa lalu bukanlah suatu hal yang mudah bagi kebanyakan orang. Demikian halnya dirasakan oleh Sudirman A. Thalib, penyintas teror bom di depan Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada 9 September 2004, saat berbagi kisah dalam sebuah kegiatan yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA).
Saat mengalami kesulitan semacam itu, Sudirman berusaha mengingat besarnya hikmah di balik ujian kehidupan yang dia alami. Dia merasakan cara itu cukup efektif mengusir keraguan dan trauma ketika mengisahkan pengalamannya terkena ledakan bom di Jl. HR Rasuna Said, kawasan Kuningan, Jakarta Selatan 13 tahun silam.
Dalam kegiatan Pelatihan Penguatan Perspektif Korban Terorisme bagi Petugas Pemasyarakatan di Bandung pada awal Agustus 2016, Sudirman mengisahkan saat kejadian dia sedang bertugas menjaga kemanan Keduataan Besar Australia, tepatnya di gerbang masuk gedung Kedutaan. Dia mengatakan tidak begitu tahu pasti bagaimana mobil bak tertutup pembawa bom berjalan, tiba-tiba saja tubuhnya terhempas beberapa meter dari lokasi awal dia berdiri.
Sesaat setelah ledakan Sudirman mendengar orang-orang berteriak, “Bom!” Dia melihat begitu banyak luka di tubuhnya dengan darah yang mengucur. Beberapa waktu kemudian dia ditolong seorang petugas kebersihan dan tukang kebun dan dilarikan ke rumah sakit.
Selama masa perawatan di rumah sakit, Sudirman tak ingat berapa kali dia harus menjalani operasi pengangkatan logam serpihan bom atau benda asing lainnya dari tubuhnya. Setelah tiga bulan dia diperbolehkan pulang untuk menjalani rawat jalan.
Akan tetapi, ujian ternyata tidak cukup sampai di situ. Setahun kemudian, dia merasakan matanya membengkak dan berair. Dia kembali ke rumah sakit dan hasil pemeriksaan dokter mengatakan bahwa di bola mata kirinya masih ada serpihan bom. Dia dirujuk ke rumah sakit di Singapura untuk operasi pengangkatan bola mata kiri.
Usai indra penglihatan hilang sebelah, ujian lain mendatangi Sudirman. Dia didiagnosa mengalami trauma otak sehingga harus mengonsumsi obat setiap hari sampai batas waktu yang tak dapat ditentukan. “Saya harus bergantung dengan obat seumur hidup saya. Ini bagian yang sangat berat,” ujarnya. Sedikitnya 7 butir obat harus dia konsumsi setiap hari untuk memulihkan kesehatannya. “Saya pernah ngeyel tidak mau minum obat tapi pas lagi jalan tiba-tiba jatuh, pingsan,” kata dia.
Kondisi kesehatan Sudirman yang diharuskan mengonsumsi obat menunjukkan fakta bahwa aksi teror telah berlalu lama namun dampaknya masih sangat dirasakan oleh korban. Pemuda kelahiran Bima itu mengharapkan kepedulian pemerintah agar menjamin pemulihan kesehatan korban terorisme.
Meskipun dilanda kepedihan yang bertubi-tubi, Sudirman selalu berusaha tabah dan bersemangat menjalani kehidupan. Sambil bekerja sebagai petugas kemanan Kedutaan Besar Australia, Sudirman melanjutkan studi ke jenjang perguruan tinggi guna meningkatkan kualitas hidup. Pada tahun 2016, dengan tekadnya yang sangat kuat, Sudirman akhirnya bisa mewujudkan impiannya, yaitu lulus menjadi sarjana di salah satu universitas di Jakarta. “Saya bersyukur bahwa di balik musibah ada hikmah yang luar biasa dari Allah SWT,” ujarnya. [SWD]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *