Meliput Terorisme dengan Perspektif Kemanusiaan

Aliansi Indonesia Damai – Para wartawan penting untuk terus mengingat sisi-sisi normatif dalam peliputan isu terorisme. Dalam peristiwa Teror Mumbai India pada November 2008, liputan yang ditayangkan secara live di televisi justru berdampak fatal terhadap aparat keamanan yang sedang bertugas.

“Peristiwa yang terjadi di Mumbai menjadi pelajaran penting bagi para wartawan untuk terus memerhatikan dampak dari pemberitaan yang dilakukan. Kebebasan pers adalah sarana untuk mencapai nilai yang lebih tinggi, yaitu kemanusiaan,” ujar Agus Sudibyo, pengajar di Akademi Televisi Indonesia (ATVI) dalam kegiatan Short Course Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Terorisme yang digelar Aliansi Indonesia Damai (AIDA) pada awal Februari lalu.

Baca juga Menjadi Kontra Narator

Agus mengakui tidak mudah bagi insan pers untuk tidak memberitakan fakta yang penting bagi publik, terlebih juga tidak melanggar kode etik. Namun ia mengingatkan, pemberitaan media terkait terorisme juga kerap dimanfaatkan oleh teroris untuk menebarkan ketakutan kepada masyarakat serta menjadi sarana komunikasi simbolik antarsel teroris. Maka penting bagi insan media untuk tidak memperkeruh suasana.

Menurut anggota Dewan Pers ini, memperhatikan dampak pemberitaan sama pentingnya dengan menekankan perspektif korban dalam peliputan isu terorisme. Secara teoretis, kurangnya peliputan terhadap korban dipengaruhi oleh konsep elitisme yang mengedepankan ketokohan, popularitas, serta jabatan dalam pemberitaan. Padahal, sejatinya menghadirkan perspektif korban lebih penting dibandingkan dengan konsep elitisme yang selama ini dianut oleh pers.

Baca juga Percepat Penerbitan PP Pemenuhan Hak Korban

“Sebenarnya tidak harus mewawancarai korban, tapi yang penting perspektifnya. Bukan siapa pelakunya tapi siapa korbannya, bagaimana keadaan korban. Memilih narasumber yang berperspektif korban, cara pandang wartawan, kemasan berita (apakah) sudah berperspektif korban, itu yang sangat penting,” imbuhnya.

Dalam hematnya, ada beberapa klasifikasi korban yang penting diketahui oleh para wartawan. Pertama, korban langsung aksi terorisme, yaitu orang-orang berada di tempat kejadian perkara. Kedua, keluarga korban terorisme. Ketiga, korban pemberitaan media atas kasus terorisme, yaitu orang-orang mendapatkan dampak negatif oleh pemberitaan media misalnya keluarga pelaku yang tidak mengetahui kelakuan kerabatnya.

“Jangan sampai keluarganya yang tidak bersalah ikut-ikutan menanggung dampak dari apa yang dilakukan oleh para teroris,” ucapnya mengingatkan kepada puluhan jurnalis yang mengikuti kegiatan. [WTR]

Baca juga Penguatan Perspektif Korban dalam Isu Terorisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *