Pengarusutamaan Korban Dalam Pemberitaan Terorisme
Aliansi Indonesia Damai– Pengajar ilmu komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, Hanif Suranto, mengajak insan pers untuk mengarusutamakan korban terorisme dalam pemberitaan di media. Menurut dia, suara korban harus lebih banyak dimunculkan dalam pemberitaan. Pasalnya, korban adalah pihak yang terdampak langsung dan paling dirugikan dalam peristiwa terorisme.
“Suara korban lebih banyak ditampilkan dari aspek yang dirasakan ketimbang apa yang dipikirkan. Harusnya pemberitaan itu melihat sisi yang rasional,” jelas Hanif dalam acara pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan AIDA di Surakarta Jawa Tengah akhir 2019 lalu.
Hanif memantik diskusi dengan melihat bagaimana perspektif para awak media dalam memberitakan suatu kejadian secara langsung. Dalam pengamatannya, setiap media memiliki keunikan tersendiri dan melihat kejadian terorisme dengan perspektif yang beragam.
Baca juga Korban Bom Thamrin: Pesan Damai setelah 4 Tahun Berlalu
Hanif menjelaskan bahwa jurnalisme merupakan pekerjaan intervensi. Ketika mengumpulkan fakta-fakta, sebenarnya awak media tengah melakukan intervensi, yakni fokus dalam satu perspektif. Namun nyatanya banyak jurnalis yang masih terjebak pada pemihakan dan menyesuaikannya dengan kepentingan pihak tertentu.
Dalam hematnya pengarusutamaan korban masih cukup minim, dan biasanya hanya mengacu pada statistik angka kematian dan cedera. Pemberitaan mengenai korban pun dianggap masih lebih sedikit dibanding dengan pemberitaan pelakunya. Pemberitaannya fokus pada dampak fisik. Padahal, menurut Hanif, masih ada dampak selain luka fisik, seperti dampak psikologis dan sosial.

“Pencarian fakta yang dipikirkan atau rasional harus lebih melihat bagaimana cara untuk menyelesaikan terorisme belajar dari anak ibu yang menjadi korban? bukan apakah ibu mendapatkan firasat sebelum serangan bom yang terjadi?” tambah Hanif.
Hanif mengingatkan bahwa tujuan utama jurnalisme tidak sekedar melaporkan fakta semata, tetapi untuk apa fakta tersebut dilaporkan dan dikaitkan dengan korban. Selain itu dalam jurnalisme, pemberitaan harus melihat apakah liputan sudah menjawab tujuan meliput korban.
Salah satu peserta pelatihan mengatakan, setiap insan media harus bersikap objektif, meskipun keberpihakan tidak mungkin dihindarkan. “Pers itu harus objektif, tapi keberpihakan selalu muncul,” ujarnya. [NOV]