Penguatan Perspektif Korban dalam Isu Terorisme
Aliansi Indonesia Damai – ”Deklarasi ISIS pada tahun 2013 yang dilakukan di Suriah berdampak pada (warga) Indonesia yang ingin berbondong-bondong untuk bergabung. Hal ini terjadi karena mereka telah terpengaruh dengan propaganda media serta keterbukaan informasi,” ungkap Hasibullah Satrawi, Direktur AIDA dalam Short Course Jurnalistik: Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Isu Terorisme yang diadakan di Surakarta, 7-8 Desember 2019.

Dalam memahami perspektif korban terorisme, Hasibullah menyampaikan bahwa media sangat berperan luar biasa dalam visi perdamaian. Karena melalui media, kita bisa mengampanyekan perdamaian melalui kisah nyata individu yang terlibat langsung dalam kekerasan, baik menjadi pelaku maupun korban.
Sejumlah narasumber hadir dalam pelatihan ini. Di antaranya Anggota Dewan Pers, Nezar Patria; Dosen Universitas Multimedia Nusantara, Hanif Suranto; dan Peneliti Terorime Universitas Indonesia, Solahudin. Selain itu, hadir pula pemeran utama dalam kegiatan pelatihan media, yakni pelaku dan penyintas terorisme.
Baca juga Mengarusutamakan Sudut Pandang Korban
Para peserta pelatihan mendapatkan banyak informasi mengenai kisah para penyintas sebagai agen perdamaian, yakni Ni Kadek Ardani, Ni Nyoman Pasarini yang keduanya adalah korban serangan bom Bali 2005, serta Wenny Angelina, korban langsung maupun tidak langsung bom Gereja Surabaya 2018. Mereka merupakan sosok yang tangguh karena melalui hari-hari dengan berbahagia dan penuh sukacita.
Para penyintas ini memaafkan para pelaku dengan kasih, yang dimulai dengan memaafkan diri sendiri. ”Mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat, tidak ada gunanya dendam. Karena Tuhan rela berkorban untuk manusia, sepatutnya juga saya ikhlas dengan kepergian orang yang saya kasihi,” tutur Wenny Angelina yang juga kehilangan anak akibat bom Gereja Surabaya 2018.
Baca juga Perspektif Korban Terorisme Dalam Liputan Media
Memperkuat perspektif korban dalam pelatihan ini, penyintas dan mantan pelaku turut mengambil peran yang besar dalam mencegah terjadinya kekerasan. Korban tidak langsung Bom Kedutaan Besar Australia, Reni Sitania berbagi pengalaman. Ia mengatakan, ”Apapun yang telah terjadi dengan diri kita dengan keluarga yang kita sayang, kita tidak boleh menangis ataupun terpuruk.”
Seberat apapun yang Reni alami, ia harus tetap memaafkan karena iman. ”Kita jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, tapi tetap mendoakan pelaku yang belum tobat agar sadar,” tuturnya dengan meneteskan air mata.
Besar harapan para penyintas agar hak-hak mereka yang belum terpenuhi segera direalisasikan oleh pemerintah. [NOV]