Home Berita LPSK Soroti Hak Korban Terorisme
Berita - 20/09/2016

LPSK Soroti Hak Korban Terorisme

Berbagai masukan soal pencegahan menjadi terlupakan karena Pansus RUU Pemberantasan Terorisme lebih berfokus pada upaya penanganan terorisme.

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memastikan kejelasan hak korban kejahatan terorisme. LPSK menyatukan perlemen harus menyempurnakan ketentuan pemberian kompensasi bagi korban terorisme.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memang mengatur perihal kompensasi bagi korban kejahatan terorisme. Namun ganti rugi itu mensyaratkan adanya putusan pengadilan.

“Bagaimana kalau dalam terorisme itu tidak ada proses peradilan? Sering pelaku terornya itu terbunuh di lapangan. Kalau begitu kan gugur kompensasinya karena tidak ada proses peradilan.” Ujarnya di Jakarta, kemarin.

Ia pun mengkritisi muatan revisi UU Pemberantasan Terorisme yang rupanya tak banyak menyinggung hak korban. Parlemen dan pemerintah diminta mengakomodasi hal tersebut. ”Baik yang berupa pengakuan terhadap haknya maupun mekanisme pemberian haknya,” tegas dia.

Menurutnya Negara lain telah memiliki prosedur yang jelas soal penggantian kompensasi kerugian korban terorisme. “Ada skema yang mirip seperti asuransi. Dengan skema seperti itu. Korban tak perlu tunggu ada atau tidaknya proses peradilan,” tandasnya.

Ketua Pansus RUU Pemberantasan Terorisme M. Syafii mengakui draf revisi hanya berfokus kepada pemberian kewenangan yang lebih kepada aparat dalam penanganan terorisme. Akibatnya, berbagai masukan soal pencegahan menjadi terlupakan.

“Pada dasarnya perlu dirumuskan upaya pencegahan terorisme itu berawal dari penyebaran paham radikal, maka pendekatannya tidak bisa hanya mengandalkan penanganan represif. Upaya pencegahan menjadi lebih diutamakan,” kata Syafii.

TNI masuk satgas

Terkait dengan wacana pelibatan militer dalam pemberantasan terorisme. Syafii yang berasal dari Fraksi Partai Gerindra mengatakan hal tersebut dimungkinkan bila serangan terorisme masuk tahap ancaman terhadap kedaulatan Negara.

“Kemarin ada keinginan TNI agar tidak BKO (Bawah Kendali Operasi) dalam operasi antiterorisme. Bentuknya, ya, satuan tugas (satgas), jadi setara (antara TNI dan Polri). Perlu kita saksikan sendiri siap atau tidak mereka (TNI),” ucapnya.

Anggota Pansus RUU Pemberantasan Terorisme Nasir Djamil mengatakan pihaknya mengunjungi markas satuan 8b Penanggulangan Teror TNI AD, Satuan Bravo 90 TNI AD, dan Detasemen Jala Mangkara TNI AL. Markas Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri pun akan dikunjungi.

“Kita berharap bisa menemukan benang merah antara keinginan TNI untuk terlibat di dalam penanganan terorisme (dengan potensi ancaman), ” imbuh anggota fraksi PKS itu.

 

nuriman@mediaindonesia.com

 

[SWD]

 

Artikel pernah dimuat di harian Media Indonesia edisi 9 September 2016, di halaman 5 dengan judul “LPSK Soroti Hak Korban Terorisme”.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *