Home Berita Forum Perdamain Dunia Berakhir dengan ‘Pesan Jakarta’
Berita - 04/09/2018

Forum Perdamain Dunia Berakhir dengan ‘Pesan Jakarta’

Menteri Luar Negeri, Retno L. Marsudi, berbicara dalam The 7th World Peace Forum di Jakarta. [dok. akun twitter MenluRI]
Menteri Luar Negeri, Retno L. Marsudi, berbicara dalam The 7th World Peace Forum di Jakarta. [dok. akun twitter MenluRI]

Dian Septiari

THE JAKARTA POST/JAKARTA

Para peserta acara dua tahunan Forum Perdamain Dunia yang ketujuh berkomitmen untuk bekerja sama dengan mengarusutamakan pendekatan “jalan tengah” di tengah meningkatnya populisme di banyak belahan dunia.

Melalui forum tersebut, yang telah berakhir Kamis, Indonesia memperkenalkan pendekatan jalan tengah, yang menenkankan etika dan moralitas, berdasarkan tradisi dan pengalamannya dalam mempromosikan perdamaian melalui Pancasila, ideologi nasionalnya.

Utusan khusus presiden untuk dialog dan kerja sama antaragama dan peradaban, Din Syamsudin mengatakan kepada wartawan setelah acara penutupan forum bahwa para tokoh agama menyetujui “Pesan Jakarta”, yang mengajak para pemimpin untuk mempromosikan implementasi jalan tengah di komutitas masing-masing.

“Selain itu, kami juga mendorong akademisi, cendekiawan dan guru untuk melakukan penelitian dan mendidik generasi muda tentang jalan tengah,” kata dia pada Kamis.

Mantan anggota Komite Nobel Perdamaian, Gunnar Stalsett, mengatakan gagasan jalan adalah kompleks tapi sederhana.

“Semua orang memahami bahwa ini tentang toleransi, inklusi, dan kompromi. Ini bukan soal anda kalah atau menang, ini soal perjuangan antara ekstremitas dan nilai-nalai,” ujarnya, seraya menambahkan bahwa para peserta sepakat untuk mendorong keragaman atau kesatuan melalui jalan tengah.

Meskipun demikian, cita-cita seperti itu menghadapi tantangan-tantangan. Menurut laporan terbaru Komnas Hak Asasi Manusia, Indonesia telah mencatat peningkatan yang ajek dalam pelanggaran kebebasan beragama beberapa tahun terakhir. Ada pelarangan sekte minoritas Ahmadiyah dalam melakukan aktivitas keagamaan di Subang, Jawa Barat, dan ada pembiaran terhadap banyak organisasi yang memeras gereja-gereja di Bandung, juga di Jawa Barat, untuk urusan perizinan.

Mei tahun ini, jamaah Ahmadiyah, kebanyakan wanita dan anak-anak, harus mencari perlindungan ke kantor polisi setelah massa yang marah menghancurkan rumah mereka di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, dalam upaya untuk mengusir mereka dari daerah itu.

Forum Perdamain Dunia
Forum Perdamain Dunia, Jakarta (14-16 Agustus 2018)

Din menenkankan bahwa jalan tengah tidak sama dengan mengambil sikap netral.

“Ini adalah sikap berpihak pada nilai-nilai positif dari persamaan manusia, tidak mengabaikan hak orang lain. Kita harus saling peduli satu sama lain, saling membantu, dalam aspek ekonomi, sosial dan politik,” katanya.

Professor anthropologi Universitas Boston, Robert Hefner mengatakan jalan tengah  harus mengakui prinsip-prinsip martabat manusia, kesetaraan dan inklusivitas dan harus melibatkan diskusi dan kompromi.

“Bukan mengesampingkan pendapat minoritas atau mayoritas, anda telah mendorong ke depan sesuatu yang bisa dibagi dan positif,” kata dia.

Eun Sook Jung, seorang professor di Departemen Ilmu Politik Universitas Wisconsin, mengatakan bahwa dalam sebuah demokrasi, ada perjuangan yang terus menerus antara hak-hak mayoritas dan minoritas.

“Apa yang kita saksikan sekarang di dunia adalah munculnya ekstremisme […] jadi ketika kita mengatakan jalan tengah, kita mengatakan bahwa kita mencoba untuk membuat upaya positif untuk menegakkan hak-hak mayoritas begitu juga hak hak-hak minoritas,” ujarnya, menambahkan bahwa pendekatan semacam itu, yang bertujuan untuk mengembangkan gagasan toleransi, membutuhkan sejumlah kompromi. [HPD]

 

Artikel ini diterjemahkan dari The Jakarta Post edisi 18 Agustus 2018