Dari Kiri: I Wayan Sudiana (Penyintas Bom Bali), Iswanto (Mantan Napiter), Sudirman A. Thalib (Penyintas Bom Kuningan), Iwan Setiawan (Penyintas Bom Kuningan), dan Ali Fauzi (Mantan Napiter). Dok. AIDA
Home Suara Korban Kiat Menjadi Generasi Tangguh ala Penyintas
Suara Korban - 22/01/2019

Kiat Menjadi Generasi Tangguh ala Penyintas

ALIANSI INDONESIA DAMAI – Aliansi Indonesia Damai (AIDA) terus bergerak untuk mengajak masyarakat menjaga dan menumbuhkan perdamaian. Sejak didirikan pada 2013 hingga kini AIDA telah melakukan safari kampanye perdamaian ke berbagai wilayah di seluruh Tanah Air. Salah satu pihak yang terlibat dalam kampanye perdamaian AIDA adalah para penyintas aksi teror. Mereka tak kenal lelah berbagi pengalaman kepada masyarakat agar perdamaian di Indonesia terpelihara baik.

Salah satu di antara penyintas terorisme yang terlibat dalam kegiatan AIDA adalah Sudirman A. Talib. Mas Dirman, sapaan akrab dari orang-orang terdekatnya, ialah korban selamat dari ledakan bom di Kedutaan Besar Australia di Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan pada 9 September 2004 silam.

Pemuda asal Bima, Nusa Tenggara Barat, itu sedang bekerja sebagai petugas keamanan di kantor Kedutaan Besar Australia saat aksi bom terjadi. Kekuatan ledakan dari bom yang dibawa mobil boks saat itu amat besar. Akibat ledakan bom, Sudirman menderita luka di sekujur tubuh. Salah satu cedera serius yang dideritanya adalah di bagian matanya. Ia menjadi cacat seumur hidup, sebelah bola matanya tidak lagi berfungsi karena tertusuk serpihan bom. Selain itu, saraf tangan kirinya terganggu dan harus menjalani terapi serta mengonsumsi obat secara rutin hingga hari ini.

“Saya kehilangan mata kiri saya. Tangan saya juga mengalami gangguan syaraf, yang sampai hari ini pun masih harus meminum obat untuk pengobatan saraf,” kata Dirman dalam satu kegiatan AIDA.

Pengalaman pahit dalam hidup tak membuatnya patah arang. Secara berangsur ia mencoba untuk ikhlas dan tabah menerima kenyataan takdir. Kini ia aktif menyebarkan pesan-pesan damai kepada masyarakat. Meskipun prosesnya panjang, Sudirman berhasil melawan rasa sakit dan mengambil hikmah dari peristiwa yang ia alami. Bahkan ia mengaku tidak menyimpan dendam terhadap para pelaku teror.

“Saya tidak lagi menyimpan dendam di hati, karena kekerasan bukan untuk dilawan dengan kekerasan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa memendam rasa benci serta dendam di hati hanya akan menambah beban hidup. Dalam setiap kegiatan AIDA untuk mengampanyekan perdamaian, Sudirman memberikan kiat-kiat kepada masyarakat, khususnya pemuda, agar menjadi generasi tangguh.

Iwan Setiawan Dari Kiri: I Wayan Sudiana (Penyintas Bom Bali), Iswanto (Mantan Napiter), Sudirman A. Thalib (Penyintas Bom Kuningan), Iwan Setiawan (Penyintas Bom Kuningan), dan Ali Fauzi (Mantan Napiter). Dok. AIDA
Kebersamaan para penyintas terorisme dan mantan pelaku dalam kegiatan AIDA. Sudirman berada di tengah. Dok. AIDA

Kiat menjadi generasi tangguh menurut Dirman ada enam. Pertama, menempatkan diri sebagai pribadi yang selalu bersyukur dan berpikiran positif. Pikiran positif menurutnya adalah pembuka pintu-pintu kesulitan. Kedua, saling berbagi, menghargai, dan menghormati sesama. Saling menghormati sesama manusia menurutnya modal yang amat penting dimiliki setiap orang dalam hidup di masyarakat yang penuh akan keberagaman.

Resep agar menjadi pribadi tangguh yang ketiga, menurut Sudirman, adalah tidak takut bermimpi. Karena, kata dia, bermimpi itu gratis. Mimpi tentang kehidupan yang ideal sesuka hati atau cita-cita setinggi langit yang dimiliki generasi muda bisa dan sangat mungkin diwujudkan bila diiringi dengan keyakinan. Ia mendorong para pemuda Indonesia untuk berjuang sekuat tenaga agar bisa mewujudkan mimpi menjadi kenyataan.

Keempat, apabila terjatuh segera bangkit. Sudirman mengingatkan generasi muda agar tidak sekali-kali berputus asa saat ditimpa musibah. Dalam agama, kata dia, putus asa itu tidak dibenarkan. Ajaran agama menganjurkan setiap pemeluknya untuk mengupayakan perbaikan dari suatu keadaan yang buruk. Para nabi dan rasul dalam kitab-kitab suci juga dihadapkan pada banyak tantangan kehidupan namun berusaha untuk mengubahnya menjadi lebih baik.

Kelima, Dirman berpesan agar generasi muda bangsa tidak pernah menjadi pendendam. “Jadilah pemaaf,” tegasnya. Ia menekankan pentingnya sikap ini. Baginya rasa dendam tak hanya berdampak negatif untuk diri sendiri, namun juga bagi orang lain. Yang terakhir, kiat menjadi generasi tangguh menurut Sudirman adalah menjadi pegiat perdamaian. Dengan sibuk menyuarakan perdamaian ia meyakini bahwa tubuh dan jiwanya juga terilhami untuk selalu menjadi pribadi yang tenang, tidak mudah marah kepada orang lain, dan selalu menghindari penggunaan kekerasan dalam berbagai persoalan. “Jadilah duta perdamaian,” ujarnya memungkasi.

Oleh: Khayun Ahmad Noer