3 weeks ago

Kisah Agum Meredam Benci dan Dendam

Aliansi Indonesia Damai- “Ketika masuk YPI, saya melihat (kondisi) korban yang lebih parah dari saya. Dan mereka itu masih santai saja. Jadi, saya pikir orang yang lebih parah dari saya, mereka masih bisa ngobrol, maka saya tidak boleh down.”

Demikian pengakuan Muhammad Al Agum Pangestu, seorang korban bom di Terminal Kampung Melayu Jakarta Timur, 24 Mei 2017 silam dalam sebuah kegiatan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) beberapa waktu lalu. Agum, begitu ia kerap disapa, tidak pernah menyangka dirinya bakal menjadi korban aksi terorisme. 

Agum adalah seorang pemuda yang berasal dari Siantar, Sumatera Utara. Ia berprofesi sebagai anggota Polri yang berdinas di Polda Metro Jaya. Pada saat kejadian, Agum beserta rekan-rekan dinasnya ditugaskan untuk mengamankan kegiatan pawai obor masyarakat dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan. Aparat dibagi ke beberapa titik, dan Agum beserta rekan-rekan dinasnya ditugaskan mengamankan di kawasan Terminal Kampung Melayu.

Baca juga Menemukan Kedamaian di Tengah Kegelapan

Sekitar pukul 21.40, bom meledak di kawasan Terminal Kampung Melayu. Seketika Agum merasakan suasana mencekam dan seperti ada peluru yang berdesing di telinganya. Agum memejamkan matanya sekitar sepuluh detik dan saat membuka mata, asap putih mengepul. Namun saat itu Agum belum menyadari ledakan tersebut adalah bom.

“Di dekat saya ada ibu-ibu jualan kopi. Saya pikir itu (ledakan) tabung gas. Saya belum kepikiran itu bom. Handphone saya buang, saya lari,” kenang Agum.

Di tengah kepanikan itu, Agum berupaya keluar dari kepulan asap. Secara tak sengaja dia menabrak korban lainnya. Namun karena kebingungan, Agum terus saja berlari dan bertemu dengan rekan dinasnya. Agum pun diberitahu bahwa peristiwa itu adalah ledakan bom.

Baca juga Suara yang Tak Boleh Terlupakan

Kondisi Agum sudah lemas, ia pun berusaha mencari pertolongan. Dia dirujuk ke rumah sakit menggunakan angkutan kota. Namun situasi jalanan sangat ramai dan dilanda kepanikan, akhirnya ia tak bisa segera tiba di rumah sakit. Ketika ia tiba di rumah sakit langsung menerima tindakan medis.

Agum menjalani perawatan medis di rumah sakit sekitar seminggu. Beruntung masa pemulihannya medisnya cukup cepat. Selama menjalani perawatan dan pemulihan, Agum diberikan izin tidak bekerja selama sebulan oleh tempat dinasnya. Hingga sekarang, Agum merasa tidak ada kendala lagi. Dia sudah bisa beraktivitas seperti biasanya.

Agum mampu mulai bangkit dari keterpurukan saat bertemu para korban bom lainnya yang bernaung di Yayasan Penyintas Indonesia (YPI). Sebelum bertemu YPI, Agum selalu merasa minder dengan luka-lukanya. Namun setelah mengetahui ada korban bom lain yang lukanya lebih parah, Agum merasa lebih bersyukur. Apalagi saat para korban lainnya masih bisa tersenyum, membantu Agum untuk tetap semangat.

Baca juga “Bertemu Sesama Korban Menambah Semangat Hidup”

Agum tak menampik sempat marah kepada pelaku terorisme. Namun Agum menyadari bahwa tidak ada gunanya ia menyimpan dendam. “Kalau saya masih menyimpan dendam, terus saya melampiaskan dendam saya, pertama risiko buat saya sendiri. Kedua, mungkin ini sudah garis tangan (saya), lalu untuk apa saya dendam,” terang Agum.

Agum mengaku sudah berdamai dengan mantan pelaku terorisme. Dukungan sesama korban terorisme, membuat Agum mulai membuka diri. Dia mengaku berdamai dapat membantunya mengurangi rasa sakit.

Baca juga Naluri Menolong Sesama Insan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *