Dari Mahasiswa untuk Perdamaian Indonesia
Aliansi Indonesia Damai- Kontribusi mahasiswa terhadap pembangunan perdamaian Indonesia sangat diharapkan. Mahasiswa sebagai generasi muda dapat menjadi ujung tombak kelestarian perdamaian di Indonesia, terutama dalam mencegah paham-paham ekstremisme yang menyebar di lingkungan perguruan tinggi. Mahasiswa aktivis potensial menjadi motor penggerak merawat perdamaian Indonesia.
Harapan itu mengemuka dalam pelatihan pembangunan perdamaian di kalangan mahasiswa yang digelar AIDA di Kota Malang, beberapa hari lalu. Kegiatan tersebut diikuti oleh puluhan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Jawa Timur. AIDA menghadirkan sejumlah narasumber dari unsur mantan pelaku ekstremisme, korban terorisme, dan ahli jaringan terorisme.
Baca juga Asa Penyintas Pada Mahasiswa
Salah seorang peserta dari Universitas Negeri Jember mengaku terkesan dengan cerita pertobatan mantan pelaku ekstremisme, serta kisah pilu kehidupan korbannya. Ia merasa mendapatkan pengalaman luar biasa karena bisa bertemu dan mendengar penuturan langsung dari para narasumber. Menurut dia, kebesaran hati korban patut menjadi teladan bagi mahasiswa untuk belajar makna pemaafan. “Hal paling berkesan adalah bisa mendengar langsung cerita dari pelaku asli dan korbannya. Apalagi ketika korban memaafkan pelaku. Saya belajar dari semua ini,” tuturnya.
Dia berkomitmen menjadikan pengalaman tersebut sebagai bekal berharga saat kembali ke kampus. Ia berharap Indonesia akan terus aman dan damai serta tidak ada lagi tindakan kekerasan atas nama apa pun. “Mari kita jaga negeri ini, jangan sampai ada pengeboman dan kekerasan,” ujarnya.
Baca juga Menebar Antivirus Ekstremisme
Kesan serupa juga disampaikan oleh peserta dari Universitas Brawijaya. Ia mengaku mendapatkan pengalaman dan pemahaman baru mengenai dunia terorisme langsung dari korban dan mantan pelakunya. “Saya banyak mendapatkan perspektif-perspektif baru dalam kegiatan ini. Tugas kami adalah menerapkan apa yang kami dapatkan,” katanya.

Dari sisi korban, ia mengaku bisa lebih menjiwai tentang hakikat kemanusiaan itu sendiri. “Wah ternyata korban begitu menderita, harus berjuang (bangkit) dari penderitaan hidup. Belajar dari korban, kita memiliki rasa kemanusiaan agar tidak menjadi pelaku selanjutnya,” tuturnya.
Sementara peserta dari Universitas Negeri Surabaya menyampaikan empatinya kepada para korban dan apresiasinya kepada mantan pelaku atas pertobatannya. Pelaku secara tulus meminta maaf kepada pelaku sedangkan korban secara legawa memaafkan perbuatan mereka. [AH]
Baca juga Membentengi Kampus dari Ekstremisme