Melawan Virus Kebencian

Oleh Faruq Arjuna Hendroy
Alumni Jurusan Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dunia sedang dijangkiti virus berbahaya bernama Covid-19. Dikatakan berbahaya karena virus ini dapat menyebar sangat cepat dan mudah, bahkan berpotensi menimbulkan kematian. Karena itu, masyarakat diminta menahan diri dengan meminimalkan aktivitas di luar rumah untuk memotong rantai penyebaran virus.

Virus Covid-19 ditetapkan oleh World Health Organisation (WHO) sebagai sebuah pandemi. Semua perhatian publik pun tertuju pada virus baru ini, mulai dari cara pencegahan hingga kiat-kiat penyembuhannya. Tetapi sadarkah kita bahwa jauh sebelum virus Covid-19, ada satu virus yang tak kalah berbahaya dan mematikan? Namanya kebencian.

Kebencian itu berkaitan dengan perasaan. Reber & Reber (2002) dalam The Penguin Dictionary of Psychology mengatakan bahwa kebencian merupakan perasaan yang dapat menimbulkan emosi kemarahan dan dendam terhadap orang atau ide tertentu. Sementara menurut Freud (1915) dalam karyanya Instincts and Their Vicissitudes, kebencian adalah sifat ego (keakuan) yang ingin menghancurkan sumber-sumber ketidakbahagiaannya.

Baca juga Rentan Menjadi Korban Terorisme

Kebencian diawali dengan rasa ketidaksukaan terhadap orang lain ketika menjalin interaksi sosial. Emosi negatif yang tak kunjung dibuang akan membuat manusia menjadi makhluk egosentris -hingga pada puncaknya sebagaimana diungkapkan oleh Freud– membuat manusia tega untuk menyakiti orang lain, hanya semata-mata supaya hasratnya dapat terpenuhi.

Kebencian itu bertolak belakang dengan cinta. Namun sekalipun bertolak belakang, siapa sangka bahwa kebencian dan cinta itu ternyata saling berkaitan. Ketika seseorang mencintai sesuatu dan mendapati bahwa apa yang dia cintai dirusak oleh orang lain, maka cinta dalam hatinya rentan berubah menjadi kebencian. Semakin besar ia kehilangan cinta, semakin besar ia memendam kebencian. Pada akhirnya kebencian akan berujung pada pembalasan dendam.

Hal yang justru lebih berbahaya adalah ketika kebencian itu ditularkan kepada orang lain layaknya virus. Dalam sebuah penelitian berjudul “Emotional Contagion of Anger Is Automatic: An Evolutionary Explanation” yang dilakukan oleh Kelly dkk (2016), dikatakan bahwa emosi negatif secara otomatis lebih mudah ditularkan ke orang lain dibandingkan emosi positif. Emosi negatif itu bahkan dapat ditularkan dalam suasana gembira, apalagi saat tertekan. Singkatnya orang lebih mudah membenci daripada berdamai.

Baca juga Membangkitkan Empati

Hasil penelitian tersebut sesuai dengan yang dialami oleh salah satu mantan ekstremis bernama Ali Fauzi. Awalnya Ali Fauzi memiliki pemikiran yang moderat, karena pesantren tempat ia menimba ilmu mengajarkan praktik Islam yang tidak mengajarkan pada kekerasan. Namun ketika hijrah ke Malaysia, ia sering mendengar cerita tentang nasib umat Islam yang dizalimi di beberapa negara di dunia.

Cerita-cerita itu kemudian memunculkan kebencian dalam dirinya karena mengetahui saudara seimannya menderita. Itulah yang kemudian mendorongnya masuk ke dalam jaringan ekstremisme, dengan tujuan membalas ketidakadilan itu dengan ketidakadilan lainnya. Banyak orang yang menderita karena aksi-aksi teror yang dilakukan kelompoknya di masa lalu.

Ketika Ali Fauzi telah berada di pintu pertobatan, ia menyadari bahaya dari virus kebencian. Ia lalu bertekad untuk menangkal virus tersebut agar tidak ada orang lain yang terjangkit dan mengalami nasib sepertinya. Salah satu ikhtiarnya adalah dengan bergabung dengan Tim Perdamaian AIDA yang menyuarakan perdamaian melalui kisah korban dan mantan pelaku.

Baca juga Kepekaan Sosial Kunci Perdamaian

Melawan virus kebencian tidak kalah pentingnya dengan melawan virus Covid-19. Perlawanan terhadap virus kebencian juga membutuhkan langkah-langkah pencegahan dan penyembuhan. Salah satu caranya adalah dengan menahan diri untuk tidak membalas dendam. Seperti layaknya ketika diminta meminimalkan aktivitas di luar rumah untuk memutus penyebaran virus Covid-19.

Bukankah Rasulullah SAW juga berpesan kepada kita agar tidak memendam kebencian? Dalam satu hadis, Rasulullah SAW bersabda; “Pintu-pintu surga dibuka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai.” (HR. Muslim)

Saya meyakini, kita bisa melawan virus kebencian bersama-sama.

Baca juga Berdamai Sejak Dalam Pikiran

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *