Pemerintah Diminta Lekas Menerbitkan PP Korban Terorisme
Aliansi Indonesia Damai- Pemerintah diminta memercepat penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) atas UU No. 5 Tahun 2018 yang mengatur mekanisme pemberian hak-hak korban terorisme. PP dinilai mendesak diterbitkan mengingat waktu pengajuan hak korban terorisme lama (peristiwanya sebelum UU No. 5/2018 disahkan) tinggal setahun, yakni Juni 2019.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, menyatakan, pihaknya berkomitmen memberikan pelayanan kepada para korban aksi terorisme, baik korban lama maupun korban baru, termasuk WNI yang menjadi korban terorisme di luar negeri. Namun LPSK membutuhkan PP yang mengatur mekanisme pemenuhan hak-hak korban terorisme lama. LPSK pun sudah membahas tuntas naskah rancangan PP tersebut pada akhir 2019, namun sampai kini belum juga diterbitkan pemerintah.
Baca juga Mengurai Penyumbatan Penerbitan PP Korban Terorisme
”Kita berharap PP ini bisa disahkan, agar semakin jelas konsekuensi penerbitan PP ini,”ujar Edwin dalam Diskusi Kelompok Terarah “Mendorong Penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Hak-Hak Korban Terorisme” yang diselenggarakan AIDA, Selasa (30/06/2020).
Saat ini ada 294 orang korban terorisme masa lalu yang mengajukan permohonan dan sudah tercatat secara administrasi. Namun permohonan itu tidak bisa dieksekusi oleh LPSK karena belum ada PP sebagai petunjuk teknis atas UU No. 5/2018.
Baca juga Isu-Isu Krusial Pembahasan PP Korban Terorisme
Menurut Ketua Yayasan Penyintas Indonesia (YPI), Sucipto Hari Wibowo, tanpa menafikan komponen hak korban terorisme yang lain, bagi korban lama seperti dirinya, kompensasi adalah hal yang sangat penting sebagai bentuk kehadiran dan keadilan negara.
“Ini bisa menjadi tambahan penguatan mental bagi korban untuk lebih kuat lagi dalam menghadapi musibah dan penderitaan yang sudah dijalani selama puluhan tahun. Meskipun lagi-lagi tidak sepadan dengan apa yang menimpa para korban,” ucapnya.
Kompensasi bagi korban terorisme lama tidak akan bisa diberikan tanpa adanya PP turunan UU No. 5/2018. [FKR]