07/07/2020

Sulitnya Menghimpun Data Korban Terorisme

Aliansi Indonesia Damai- Menghimpun data korban terorisme masa lalu (peristiwanya terjadi sebelum pengesahan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme) ternyata tak mudah. Selain keterbatasan dokumentasi, faktor akurasi cukup menyulitkan proses pendataan mereka.

Hal ini diungkapkan oleh Nur Turyanto, Kepala Seksi Pemulihan Sarana dan Prasarana BNPT dalam Diskusi Kelompok Terarah secara Daring “Mendorong Penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Hak-Hak Korban Terorisme” yang diselenggarakan oleh AIDA pada (30/06/2020) lalu.

Baca juga Jubir Wapres Berharap PP Sesuai Kebutuhan Korban

Nur mengungkapkan, sejauh ini BNPT telah bekerjasama dengan kepolisian untuk menghimpun data korban terorisme dan kemudian mensinkronisasikan dengan pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). BNPT telah berhasil menghimpun sedikitnya 1.081 orang korban terorisme masa lampau. “Yang sudah terdaftar secara global itu 1080-an lah. Yang sudah ada data sebagian itu 800-an, selebihnya datanya entah ke mana. Dan 800 itu pun belum tentu datanya akurat,” ujar Nur.

Pihaknya terus membangun kerja sama yang baik antarlembaga yang berwenang agar data korban bisa terhimpun dengan akurat. “Kami ini Ibarat mencari jarum di tepi pasir pantai. Saya dengan teman-teman BNPT dibantu dengan Polda di masing-masing tempat kejadian terus melakukan pencarian dan pendalaman data. Itu pun datanya sangat sedikit sehingga kurang membantu asesmen kami,” katanya.

Baca juga DPR Dorong Korban Ajukan Kompensasi Tanpa Menunggu PP

Dalam UU No. 5/2018, BNPT berperan cukup penting dalam mekanisme pemenuhan hak-hak korban aksi terorisme masa lalu. Salah satu syarat pengajuan adalah adanya surat keterangan sebagai korban terorisme oleh BNPT.  “Masih banyak sekali data yang tercecer, jadi kami berpacu dengan waktu. Sementara masa pengajuan hak korban tinggal satu tahun lagi. Inilah pekerjaan-pekerjaan yang sangat urgen dan harus kita selesaikan dalam waktu sempit ini,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, memaparkan bahwa pihaknya telah menerima banyak permohonan dari korban terorisme masa lalu. Namun pengajuan tersebut belum bisa dieksekusi karena LPSK membutuhkan PP turunan UU No. 5/2018 sebagai dasar hukum pemenuhan hak-hak korban.

Baca juga Korban Berharap Pencairan Kompensasi Dipermudah

“Sudah 294 korban yang mengajukan permohonan kompensasi. Sudah kami catat secara administrasi. Apabila PP-nya disahkan tentu akan memudahkan kami untuk langkah-langkah selanjutnya,” tutur Edwin. [LADW]

Baca juga DPR Ingatkan Pemerintah Terbitkan PP Hak Korban Terorisme

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *