08/07/2020

Isu-Isu Krusial Pembahasan PP Korban Terorisme

Aliansi Indonesia Damai- Kendati belum disahkan, Peraturan Pemerintah (PP) tentang implementasi pemenuhan hak-hak korban terorisme sebagai turunan UU No. 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme telah selesai dibahas oleh pihak-pihak yang berwenang.

Beberapa isu krusial sempat mengemuka dalam rapat-rapat penyusunan naskah rancangan PP (RPP) tersebut, antara lain skema pemberian kompensasi bagi korban terorisme masa lalu (peristiwanya terjadi sebelum UU No.15/2018 terbit) dan dasar pencairan kompensasi bagi korban terorisme yang peristiwanya terjadi setelah UU terbit.

Baca juga Sulitnya Menghimpun Data Korban Terorisme

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Edwin Partogi Pasaribu, yang terlibat langsung dalam pembahasan RPP tersebut mengungkapkan, untuk kompensasi bagi korban masa lalu pihaknya menawarkan skema. Hal itu supaya menjadi gambaran pemerintah dalam membayarkan kompensasi dan mengantisipasi perbedaan nominal yang mungkin menjadi hal yang kurang menyenangkan bagi para korban.

“Untuk korban terorisme lama, kalau tidak salah skemanya itu luka ringan dan luka berat,” ucap Edwin dalam Diskusi Kelompok Terarah secara Daring “Mendorong Penerbitan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Hak-Hak Korban Terorisme” yang diselenggarakan oleh AIDA pada (30/06/2020) lalu.

Baca juga Jubir Wapres Berharap PP Sesuai Kebutuhan Korban

Sementara dalam hal pemberian kompensasi untuk korban terorisme yang peristiwanya terjadi setelah UU No.5/2018 muncul perdebatan, apakah diberikan berdasarkan putusan pengadilan negeri atau harus berkekuatan hukum tetap (inkracht). UU No. 5/2018 pasal 36 ayat 6 menyatakan bahwa kompensasi korban diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan.

Baca juga DPR Dorong Korban Ajukan Kompensasi Tanpa Menunggu PP

“Pihak Kejaksaan Agung meminta agar pemberian kompensasi ini dilaksanakan setelah berkekuatan hukum tetap. Ketika ada proses banding dan kasasi maka pemberian kompensasi ini harus menunggu sampai kasusnya selesai,” ujar Edwin.

LPSK sendiri kata Edwin mengusulkan agar dalam RPP dinyatakan bahwa jaksa penuntut umum dalam tuntutannya dapat meminta agar pengadilan menetapkan pembayaran kompensasi diberikan terlebih dulu sebelum adanya putusan hukum tetap. [NOV]

Baca juga Korban Berharap Pencairan Kompensasi Dipermudah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *