21/07/2021

Dialog Petugas Lapas dengan Penyintas Terorisme

Aliansi Indonesia Damai- Tiga puluh lima orang petugas pemasyarakatan dari puluhan Lapas di Indonesia secara aktif mengikuti kegiatan Pelatihan Penguatan Perspektif Korban Terorisme Bagi Petugas Pemasyarakatan, Selasa-Kamis (15-17/07/2021). Kegiatan digelar secara daring atas kerja sama AIDA dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham. Salah satu narasumber yang dihadirkan adalah Ni Luh Erniati, penyintas Bom Bali 2002.

Erni, sapaan akrab Ni  Luh Erniati, berkisah tentang perjuangannya mendidik dan membesarkan kedua buah hati tanpa kehadiran sosok suami terkasih, Made Badrawan. Suaminya meninggal dunia dalam serangan bom yang terjadi pada 12 Oktober 2002 lampau. Bertahun-tahun ia dan kedua anaknya mengalami trauma psikis. Anak pertama berubah pendiam dan anak kedua menjadi hiperaktif sembari terus menuntut bapaknya kembali ke rumah. Untuk menyembuhkan problem psikisnya, Erni menjalani terapi bersama psikiater dan mengonsumsi obat penenang.

Baca juga Direktur Pemasyarakatan Dorong Penguatan Kapasitas Petugas Lapas

Tak sekadar itu, ia juga nyaris kehilangan hak pengasuhan anaknya. Keluarga besar dari mendiang suaminya merasa pesimis Erni mampu menjadi single parent, sehingga berniat mengambil hak asuh. “Saya bilang, saya tidak bisa kehilangan anak-anak. Dari situ saya bertekad bisa membesarkan mereka walaupun sendiri. Saya berpikir, saya harus bangkit,” ujarnya.

Erni memang sempat menyimpan amarah kepada para pelaku pengeboman. Namun seiring waktu, Erni menyadari bahwa menyimpan dendam dan amarah hanya akan membuat dirinya sakit dan menderita. Bahkan sekira tahun 2015, saat dipertemukan dengan Ali Fauzi Manzi, mantan pelaku ekstremisme kekerasan yang juga adik kandung trio pelaku Bom Bali 2002, Erni secara legawa memaafkan Ali Fauzi. Bahkan kini ia bersahabat baik dengannya.

Baca juga Dirjen Pemasyarakatan: Sinergi Korban, Pamong, dan Mantan Napiter

Menurut Erni, memaafkan akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang. “Karena kekejaman terorisme, saya kehilangan satu cinta. Tetapi dengan kegiatan ini, saya bisa sharing dengan harapan bisa menumbuhkan ribuan cinta dan kasih sayang satu sama lainnya,” ucapnya.

Salah seorang peserta merespons kisah Erni dengan menanyakan bagaimana perasaannya setelah tahu bahwa para pelaku pengeboman yang notabene adalah muslim serta mengklaim berjuang atas nama agama. “Apakah pernah menaruh rasa marah dan dendam kepada umat Islam, sebagaimana para pelaku yang kebetulan beragama Islam?” katanya.

Baca juga Kemenkumham Beri Penghargaan Kepada AIDA

Erni menerangkan bahwa dirinya tidak pernah menaruh dendam dan marah kepada umat Islam. Baginya, tidak ada agama yang mengajarkan terorisme. Hanya oknum pemeluknya yang salah memahami ajaran agama. Sejak lama ia berteman dengan orang-orang muslim di Bali, terlebih banyak pula korban Bom Bali yang beragama Islam. “Saya bersahabat dengan teman-teman muslim yang juga menjadi penyintas. Kita merasa senasib dan seperjuangan,” tuturnya.

Salah seorang peserta lain memberikan dukungan kepada Erni. “Semoga Bu Erni dan keluarga senantiasa diberikan kesehatan dan ke depannya lebih baik lagi,” ucapnya. [FS]

Baca juga “Kasih Sayang Orang Tua Mengalahkan Itu Semua”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *