Mengelola Amarah
Setiap orang tentu pernah mengalami hal yang tidak disukai dalam kehidupannya, berupa musibah maupun lainnya. Keadaan yang tidak menyenangkan tersebut bisa menimbulkan amarah dan kebencian. Lambat laut, amarah yang dipupuk dengan kebencian bisa berdampak negatif kepada diri sendiri. Dalam sebuah penelitian psikologi disebutkan, orang yang sedang menekan emosi negatif seperti kemarahan, maka kemampuannya untuk merasakan perasaan positif akan menurun. Tak heran ada petuah klasik, “Jangan pernah mengambil keputusan apa pun ketika dalam keadaan marah.”
Baca juga Beragama dengan Aman
Nabi Muhammad Saw melarang hakim menjatuhkan vonis hukuman dalam kondisi marah.
عَنْ عَبْد الرَّحْمَنِ بْنَ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ: كَتَبَ أَبُو بَكْرَةَ إِلَى ابْنِهِ وَكَانَ بِسِجِسْتَانَ بِأَنْ لاَ تَقْضِيَ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَأَنْتَ غَضْبَانُ، فَإِنِّي سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَقْضِيَنَّ حَكَمٌ بَيْنَ اثْنَيْنِ وَهُوَ غَضْبَانُ.
Dari Abdurrahman ibn Abu Bakrah, ia berkata: Abu Bakrah menulis surat untuk anaknya yang ketika itu berada di Sijistan yang isinya: Jangan engkau mengadili diantara dua orang ketika engkau marah, sebab aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Seorang hakim dilarang memutuskan antara dua orang ketika marah. (HR Bukhari)
Baca juga Mengarifi Konflik
Marah adalah manusiawi, namun perlu ditempatkan pada porsi yang proporsional sehingga tidak menjadi emosi yang mendalam. Ketika itu bisa dilakukan, seseorang bisa mengubah emosi amarah menjadi hal positif. Mengelola kemarahan membantu seseorang untuk bisa berdamai dengan keadaan dan situasi.
Ada adagium bahwa orang yang hebat adalah orang yang mampu mengendalikan amarahnya di saat sedang mengalami nasib buruk. Dengan demikian pada titik ini, sifat amarah bisa menjadi musuh bagi dirinya sendiri, sehingga mengelola amarah dan dendam adalah perbuatan terpuji.
Baca juga Meneladani Penyintas Bom
Ada dua klasifikasi sikap marah. Pertama, amarah yang tercela karena bisa mengakibatkan timbulnya sikap dendam dan membalas kepada orang yang dimarahi. Kedua, amarah yang terpuji. Amarah ini dipicu oleh adanya sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani dan akal sehat serta dilandasi rasa kemanusiaan. Amarah dalam tipologi ini dilandasi keinginan memberikan teguran dan peringatan agar tidak kembali melakukan kesalahan yang berakibat fatal.
Apa pun tipologinya, amarah bisa berdampak negatif pada kesehatan dan mental jika tidak dikelola. Nabi Muhammad Saw bersabda:
علِّموا وبشِّروا ولا تُعسِّروا وإذا غضب أحدكم فليسكت
Ajarkanlah dan beritakanlah kabar baik, dan jangan mempersulit seseorang. Dan jika salah seorang di antara kamu marah, maka diamlah. (HR. Bukhari No. 2608).
Baca juga Penyintas Bom Melampaui Ketangguhan
Menurut Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Jami’ul Ulum wal Hikam, marah merupakan salah satu penyakit hati (afat al-Qalb), karena amarah bisa memunculkan sikap apatis dan keluarnya perkataan buruk sehingga orang kehilangan sikap ketenangan. Oleh karenanya, sangat dianjurkan untuk diam saat marah hingga mereda. Ini adalah cara paling dasar mengelola marah.
Kita bisa belajar dari para penyintas terorisme. Para penyintas sempat merasakan amarah, dan bertanya-tanya kenapa aksi kekerasan itu menimpa dirinya. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu mereka memilih memaafkan, berdamai dengan keadaan, dan ridha terhadap takdir yang telah ditetapkan Allah. [FS]
Baca juga Menghargai dan Mengasihi Sesama