Penyintas Bom Melampaui Ketangguhan
Proses seorang penyintas bom melewati masa krisis tidaklah mudah. Banyak fase yang harus ditempuh. Sakit, sedih, dan penyembuhan harus dijalani bersamaan. Penderitaan sesaat setelah kejadian, tahapan pengobatan fisik seperti masa operasi, rawat jalan, dan pemulihan trauma psikis adalah rangkaian yang mesti dijalani.
Sebagian penyintas bom kehilangan anggota tubuh, bekas luka bakar pun menjadi permanen. Walhasil menyandang disabilitas. Sementara trauma psikis yang tak mudah sembuh adalah ketakutan mendengar suara-suara keras dan panik menjumpai orang dengan ciri fisik tertentu.
Baca juga Menghargai dan Mengasihi Sesama
Sudirman, penyintas Bom Kuningan 2004, sukses melewati fase getir dengan segenap perjuangan. Pria kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat, ini baru tiga bulan bekerja sebagai petugas security di kantor Kedubes Australia di Jakarta saat mengalami peristiwa mengerikan tersebut.
Ledakan bom yang memorak-porandakan tempat kerjanya membuatnya harus menjalani operasi berkali-kali, walau akhirnya mata kiri tak terselamatkan akibat serpihan bom. Hasil pemeriksaan medis lain menunjukkan, Sudirman mengalami trauma otak. Untuk memulihkannya ia harus mengonsumsi bermacam obat tanpa batas waktu.
Baca juga Efek Beruntun Kekerasan
Manusiawi jika Sudirman sempat memiliki rasa marah dan dendam terhadap pelaku. Akibat peristiwa itu hidupnya menderita bertahun-tahun. Kondisi psikisnya sempat terpuruk. Ia sempat putus asa dan berpikir cita-citanya telah berakhir. Namun ia terus berjuang.
Kini, kepada pelaku ia sudah memaafkan. Menurut Sudirman, para pelaku terorisme hanya orang-orang yang khilaf dan keliru dalam memahami agama. Marah dan dendam tak mengembalikan apa-apa pada dirinya. Ia memilih melanjutkan hidup agar terus berguna bagi orang lain, khususnya bagi keluarganya di Bima. “Saya harus tetap optimis. Hidup harus berlanjut. Ini adalah bagian dari kehendak Allah,” tuturnya.
Baca juga Membangun Persaudaraan
Bagi saya, kelebihan seorang penyintas terorisme, termasuk Sudirman, adalah keberanian mengisahkan masa-masa kelamnya. Bagi sebagian orang, itu seperti mengorek luka lama. “Cerita ini sebenarnya mengingatkan kembali masa masa berat. Tapi karena untuk kebaikan, saya jadikan niat ibadah,” ujarnya.
Harapan besar Sudirman adalah agar kisahnya sebagai penyintas bom bisa membuat siapa pun berpikir ulang untuk melakukan kekerasan, terutama yang mengatasnamakan perjuangan agama.
Baca juga Beragama yang Bermaslahat
Dalam beberapa penelitian, kisah penyintas terorisme merupakan elemen yang efektif sebagai outgroup critic dalam mengubah pemikiran pelaku terorisme. Penyintas terorisme merupakan contoh nyata dampak buruk ekstremisme kekerasan.
Kisah sudirman mengajarkan kepada setiap manusia untuk menghargai pentingnya perdamaian. Salah satu cara menciptakan perdamaian bisa dilakukan dengan tidak membalas ketidakadilan dengan ketidakadilan yang lain, tidak membalas kejahatan dengan keburukan.
Baca juga Belajar dari Mantan Ekstremis
Perdamaian juga bukan tanggung jawab segelintir orang, namun tugas bersama. Setiap manusia memiliki peran masing-masing demi mewujudkan perdamaian. Setiap manusia bisa mengambil pelajaran penting dari kisah penyintas terorisme. Mereka menyebarkan hikmah dan kebaikan sembari menembus batas ketangguhan manusia.
Baca juga Konsep Pertobatan Mantan Ekstremis