16/11/2021

Menguatkan Dakwah dengan Perspektif Korban dan Pelaku Terorisme

Aliansi Indonesia Damai- Mantan pelaku terorisme merupakan cermin utuh adanya terorisme. Sementara korbannya adalah potret nyata ihwal kesadisan dan dampak destruktif aksi-aksi terorisme. Kisah kedua belah pihak layak disampaikan kepada khalayak luas untuk menguatkan materi dakwah. Publik diharapkan dapat mengambil pembelajaran (ibroh).

Demikian pesan yang disampaikan alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama, Riswandy Marsuki, saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya, yang digelar AIDA awal bulan ini.

Baca juga Ketua Masika ICMI Sulsel: Terorisme Persoalan Bersama

Di hadapan lebih dari seratus peserta, Riswandy menekankan perlunya metode dakwah lewat ibroh dari pelaku terorisme dan korbannya. Kisah-kisah mereka penting disebarluaskan untuk mewujudkan Indonesia yang lebih damai. “Ini perspektif baru, sebagai satu metode dakwah dari sisi korban dan pelakunya,” ujarnya.

Dalam kegiatan AIDA sebelumnya, Riswandy berdialog secara virtual dengan sejumlah mantan pelaku terorisme. Dari kisah-kisah kehidupan mereka, ia mengaku mendapatkan pengetahuan baru perihal terorisme dari sumber utamanya. “Saya bisa melihat bagaimana pemikiran dan perilakunya, mulai dari awal mereka mendapatkan informasinya, terpapar, dan secara sadar terlibat dalam aktivitas terorisme sampai bertobat di jalan damai,” tuturnya.

Baca juga Ibroh dari Penyintas Bom: Tak Ada Kejadian di Luar Takdir

Selain dari kisah pelaku, ia juga menyimak kisah-kisah para korbannya. Suara korban tidak banyak didengar lantaran pelaku lebih banyak mendapatkan perhatian masyarakat ketika terjadi peristiwa terorisme. Padahal perspektif korban sangat penting untuk menguatkan narasi-narasi damai di Indonesia. Dari kisah mereka, para tokoh agama dan cendekiawan diharapkan mampu menyerap pembelajaran dan mengolahnya sebagai materi dakwah kepada khalayak luas.

Riswandy mengaku kagum atas ketangguhan hidup para korban yang mampu melewati masa-masa sulit dalam hidupnya. Ketangguhan korban berawal dari kesediaan mereka untuk memaafkan pelakunya. Ia mencontohkan sosok Andi Dina Noviana, penyintas Bom Thamrin 2016. Meskipun mengalami cedera parah, tidak hanya secara fisik tetapi juga psikis, namun Andi Dina mampu bangkit dengan cara menerima kenyataan yang ada.

Baca juga Saat Mantan Napiter Berkisah Perjalanan Hidupnya

“Ia tidak punya pengetahuan terkait persoalan pelakunya. Namun karena sedang berada di tempat yang tidak sesuai, ia menjadi korban dan terkena ledakan. Ia tidak tahu apa-apa tetapi harus menderita. Kita bisa belajar tentang prinsip Mbak Andi Dina memaafkan pelakunya. Prinsip sabar dan ikhlas sehingga mampu melewati ujiannya,” ujar Wakil Sekretaris Masika ICMI Orwil Sulawesi Selatan itu.

Ia juga mengisahkan tentang keberanian pelakunya untuk mengakui kesalahan dan meminta maaf kepada korbannya. Ia menilai kisah pertobatan pelaku patut direnungi untuk melihat dampak buruk dari peristiwa terorisme. Dengan demikian, bahaya aksi-aksi kekerasan itu diharapkan menjadi kesadaran bersama. “Prinsip mantan pelaku yang patut ditularkan adalah keberanian meminta maaf bertemu korbannya. Ketika dia dipertemukan dengan korbannya, di situlah dia mengalami titik balik pertobatannya,” ujarnya.

Baca juga Dendam Tak Mengembalikan yang Hilang

Riswandy juga mengapresiasi AIDA yang memertemukan mantan pelaku terorisme dan korbannya, sehingga bisa merumuskan konsep pembangunan perdamaian melalui kisah keduanya.

Di tengah masih maraknya peristiwa terorisme, ia mengakui bahwa problem ketidakadilan turut menjadi salah satu pemicu adanya kekerasan. Meski demikian ketidakadilan bukan menjadi alasan untuk melakukan kekerasan. “Kalau ada ketidakadilan jangan melakukan ketidakadilan yang baru. Nah teroris ini ingin membalas ketidakadilan tetapi melakukan ketidakadilan yang baru di sini,” katanya.

Ia berharap Masika ICMI Sulsel dapat berkolaborasi bersama khalayak luas untuk menjaga perdamaian di wilayahnya. Perdamaian tidak hanya mesti diserukan ketika terjadi aksi-aksi kekerasan, akan tetapi juga harus dikampanyekan seterusnya. [AH]

Baca juga Ekstremisme Rentan di Era Pandemi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *