07/09/2023

Wakil Ketua MUI Kukar: Tokoh Masyarakat Wajib Menjaga Perdamaian

Aliansi Indonesia Damai- Tokoh agama dan tokoh masyarakat memegang peran penting dalam melestarikan kedamaian. Terlebih dalam konteks masyarakat yang bineka, kesadaran serta peran para tokoh dinilai harus semakin dikuatkan.

Pesan tersebut mengemuka saat Roji’in, alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama, berbicara dalam acara pengajian bertajuk “Menyerap ‘Ibroh Kehidupan Korban dan Mantan Pelaku Terorisme” di Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur, Sabtu (15/7/2023) lalu.

Baca juga Menggemakan Semangat Perdamaian di Pesantren

Dalam kegiatan hasil kerja sama AIDA dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kutai Kartanegara tersebut, para hadirin menyimak penuturan kisah korban dan mantan pelaku terorisme. Kisah dua pihak tersebut mengandung ‘ibroh atau pembelajaran yang berharga, khususnya seputar pentingnya menjaga kedamaian. Para korban adalah bukti nyata dampak aksi kekerasan yang dilatari pemahaman keagamaan yang sangat ekstrem. Sementara itu, testimoni para mantan pelaku menjadi wawasan baru bagi masyarakat agar terlindung dari paham ekstrem yang mengarah pada terorisme.

Roji’in menekankan bahwa tokoh agama dan tokoh masyarakat mesti terdepan menggawangi warganya dari pengaruh propaganda kelompok ekstremis. Jika tidak, bukan tak mungkin anggotanya terpapar paham ekstrem hingga merusak suasana damai yang ada di masyarakat.

“Tidak ada tempat yang benar-benar aman dari perekrutan kelompok teroris ini, termasuk di wilayah kita di Kalimantan Timur,” ujarnya.

Baca juga Semangat Perdamaian dalam Lirik Selawat

Lebih lanjut, pemuda yang akrab disapa Kang Ji’in ini mewanti-wanti masyarakat wabil khusus generasi muda agar ekstra waspada dalam berselancar di media sosial (medsos). Tak ubahnya sebuah kendaraan, medsos bisa memberikan kemanfaatan atau malah mencelakakan pemiliknya pada keburukan. Manusia sebagai pengguna medsos, katanya, harus selalu bijak dalam menerima segala hal yang berpotensi muncul. Terhadap konten medsos yang mengarah pada kekerasan, misalnya, nalar kritis harus dikedepankan agar tidak hanyut terbawa arus.

Dia menjabarkan, belajar dari pengalaman mantan pelaku terorisme, masyarakat, khususnya umat Muslim, mesti pandai dalam memahami konteks yang terkandung dalam teks agama. Ia mencontohkan teks sebuah hadis Nabi yang menyebutkan bahwa ‘siapa yang mengelola tanah yang mati, maka baginya tanah tersebut.’ Bila seseorang terpaku pada teks dan mengabaikan konteks, maka kecenderungannya hadis tersebut akan menimbulkan kekacauan di masyarakat. “Maka dari itu ulama berpendapat, baginya tanah tersebut namun bi idznil imam, harus seizin imam atau pemimpin, dalam hal ini pemerintah,” kata Wakil Ketua MUI Kukar tersebut.

Baca juga Tiga Faktor Penghambat Perdamaian

Ijtihad ulama semacam itu, lanjutnya, merupakan tawaran solusi yang kontekstual di masa kini. Bila teks hadis di atas dimaknai secara serampangan niscaya memunculkan konflik agraria di banyak tempat, di mana setiap orang bisa mengklaim milik orang lain dengan alasan mengelola lahan tersebut. “Jadi, yang dikedepankan adalah maqasid atau tujuannya. Kita ikuti pendapat ulama, kita maknai nash (teks) sesuai dengan maksud daripada nash tersebut,” ucapnya.

Menurut Roji’in, cara pandang serupa juga sesuai diterapkan dalam konteks berbangsa dan bernegara. Ia menerangkan pengalaman seorang mantan teroris yang menyesal telah berupaya merobohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Setelah melalui dinamika perjuangan dan pemikiran, eksteroris tersebut menemukan titik kesadaran bahwa negeri ini telah mengakomodasi semangat agama. Dari itu, ia kini getol menyuarakan perdamaian sebagai langkahnya untuk melestarikan negeri tercintanya, Indonesia. [MLM]

Baca juga Mendorong Santri Melestarikan Perdamaian

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *