Menguatkan Semangat Damai Pelajar Melalui Sanlat
Setiap bulan suci Ramadan sekolah dan madrasah biasanya menyelenggarakan kegiatan pesantren kilat (sanlat) untuk peserta didik. Penyelenggaraan sanlat tersebut sudah menjadi tradisi sekolah-sekolah dari jenjang dasar, menengah pertama hingga menengah atas, baik negeri maupun swasta. Bahkan, dari tahun ke tahun semarak acara sanlat seakan tak pernah redup.
Dalam pesantren kilat yang berlangsung hanya beberapa hari atau pekan, para pelajar dididik untuk mengisi bulan suci Ramadan dengan aktivitas yang positif. Bentuk kegiatannya ada tausiah keagamaan, kuliah tujuh menit (kultum), belajar baca tulis Alquran, tadarus Alquran, salat fardlu dan taraweh berjamaah, hafalan surat pendek/hadis/doa, berbagi takjil, buka puasa bersama, serta praktik ibadah lainnya. Sesuai namanya, program sanlat dibuat sementara waktu menjadikan lingkungan sekolah mendekati seperti kehidupan di pesantren.
Baca juga Perdamaian Wajib Diperjuangkan
Diadakannya pesantren kilat di sekolah untuk menambah wawasan keagamaan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik. Diharapkan melalui pesantren kilat peserta didik mampu memaknai dan menjalani ibadah Ramadan dengan baik.
Memang tidak ada jaminan peserta didik akan berubah menjadi lebih religius setelah mengikuti pesantren kilat. Namun, pesantren kilat merupakan upaya pihak sekolah untuk membekali peserta didik dengan pendalaman ilmu dan praktik keagamaan secara intensif, meski dalam rentang waktu yang singkat. Pesantren kilat juga bisa menjadi momentum bagi sekolah untuk memberikan pembekalan nilai dan karakter positif kepada peserta didik dengan porsi yang lebih banyak daripada biasanya.
Salah satu yang penting ditanamkan sejak dini kepada peserta didik dalam sanlat adalah menjadi pribadi pecinta perdamaian. Alasannya, generasi muda masa kini kerap terjerat dengan budaya kekerasan. Kaum pelajar saat ini yang terkategorikan sebagai Gen Z sejak lahir sudah terbiasa atau bahkan tak bisa lepas dari gawai (gadget). Masa kanak-kanak dan remaja sering mereka habiskan dengan berselancar di dunia maya menggunakan gawai. Problemnya, di dunia maya segala macam kebaikan atau keburukan selalu tersedia. Konten yang mengarahkan individu bisa menjadi pribadi yang cinta damai mudah ditemukan, semudah mendapati konten kekerasan.
Baca juga Putus Sekolah dan Pembangunan Berkelanjutan
Kegiatan pesantren kilat biasanya tak hanya diisi pemateri maupun fasilitator dari internal sekolah, tetapi juga mengundang narasumber yang berkompeten dari luar sekolah. Ketika pihak sekolah/madrasah akan mengundang pihak dari luar ada hal yang perlu diperhatikan dalam memilih pemateri atau fasilitator pesantren kilat. Pihak sekolah harus memastikan siapa pun yang akan diundang bukan figur yang memiliki paham keagamaan ekstrem, menentang ideologi negara serta sistem pemerintahan, apalagi menganjurkan kekerasan.
Pihak sekolah/madrasah jangan terkecoh dengan penampilan fisik seseorang, misalnya terlihat sangat religius, rajin beribadah, dan mengenakan atribut atau busana yang dipandang agamis. Justru yang harus diperhatikan penyelenggara sanlat adalah mencermati gagasan atau pesan dakwah yang biasa disampaikan. Harus cukup selektif apakah yang bersangkutan menyampaikan ajaran dan praktik keagamaan sebagaimana umumnya ke arah kebaikan bersama, atau sebaliknya.
Apabila pihak sekolah/madrasah keliru memilih pemateri maka program sanlat yang mestinya membekali peserta didik untuk lebih beriman, bertakwa, dan mendalami ilmu agama, justru malah bisa menjadi bumerang. Kondisi paling parah, sanlat bisa menjadi sarana penyebaran dan penyemaian paham ekstrem di kalangan pelajar. Hal demikian tentu sangat tak diharapkan terjadi di sekolah atau di mana pun.
Baca juga Perdamaian Melalui Senyuman
Karena itu, pihak sekolah/madrasah perlu mengetahui profil narasumber maupun fasilitator yang akan mengisi kegiatan pesantren kilat bahwa mereka mengajarkan budaya cinta damai, tidak memiliki paham keagamaan yang ekstrem dan tidak mengajarkan kekerasan. Sebab, potensi selalu ada, bahwa jaringan kelompok ekstrem berupaya memanfaatkan momen pesantren kilat untuk melakukan penyebaran ideologi kekerasan kepada generasi muda.
Semoga pihak sekolah/madrasah tidak pernah memberikan ruang atau panggung bagi siapa pun yang berpaham ekstrem dan menganjurkan kekerasan. Sekali lagi pihak sekolah harus selektif bila mengundang unsur luar untuk memberikan pembekalan kepada peserta didik.
Kita berharap pesantren kilat benar-benar menjadi momentum membekali peserta didik nilai-nilai perdamaian melalui ajaran dan praktik keagamaan yang baik sehingga kelak mereka akan menjadi generasi penerus yang cinta damai.