02/12/2024

Membumikan Islam Wasathiyah di Lombok Timur

Aliansi Indonesia Damai- AIDA menyelenggarakan kegiatan Pengajian dan Diskusi Film “TANGGUH” di Pondok Pesantren Darul Abidin Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat pada pertengahan Oktober lalu. Kegiatan terselenggara atas kerjasama AIDA dengan alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian AIDA, Al-Azhari.

Dalam kegiatan, Azhari menekankan pentingnya menerapkan Wasathiyatul Islam atau moderasi dalam beragama. Menurutnya, dalam moderasi beragama, seorang Muslim dilarang memaksa penganut agama lain untuk memeluk Islam. Seorang Muslim sejatinya hanya ditugaskan untuk berdakwah, sedangkan hidayah merupakan ketetapan Allah Swt.

“Manusia itu berinteraksi dan berkomunikasi antar sesama. Makanya perlu diwanti-wanti, jangan sampai mengikuti langkah teroris. Padahal kita mengajarkan wasathiyah. Kalau ada orang berbuat buruk, sudah tinggalkan. Tapi tidak perlu dimusuhi, ditinggalkan saja,” tutup Azhari.

Baca juga AIDA Gelar Dialog Perdamaian di Universitas Muhammadiyah Mataram

Alumni Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir ini juga menekankan bahwa misi besar Rasulullah Saw sejak awal adalah menyebarkan rahmat. Rahmat tersebut tidak hanya ditujukan kepada sesama manusia, melainkan kepada seluruh ekosistem di alam semesta. “Menyayangi makhluk yang ada di bumi akan mendatangkan kasih sayang dari penduduk langit,” ujarnya.

Menurut Azhari, Film ‘TANGGUH’ memberikan banyak pembelajaran tentang dampak dan bahaya kekerasan ekstremisme. Islam mengajarkan pemeluknya untuk membantu saudara yang zalim ataupun yang dizalimi. Semua orang berpotensi menjadi korban, begitupun sebaliknya, semuanya berpotensi menjadi pelaku.

“Bagaimana supaya kita tidak terpapar? Itu yang perlu kita ambil dari Film ‘TANGGUH’ supaya kita mendapatkan ibroh (pembelajaran). Ibroh itu supaya kita mengambil pelajaran dari suatu kejadian. Setiap peristiwa pasti ada pelajarannya,” tegas Azhari.

Baca juga Mensyukuri Indonesia dari Lombok Timur

Menurut dia cerita yang ada di Film ‘TANGGUH’ merupakan kisah nyata bukan fiksi atau hoaks. Ia mengajak masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan informasi yang diperoleh dari media sosial, apalagi yang tidak jelas sumber dan kebenarannya.

Azhari menyadari bahwa mencari kebenaran memang bukan langkah yang mudah. Apalagi jika dihadapkan pada kebiasaan masyarakat yang mudah sekali melupakan banyak kebaikan orang lain hanya karena satu keburukan. “Harusnya dibalik. sembilan keburukan dengan satu kebaikannya, baru waspada. Kalau keburukannya lebih banyak, berarti kebaikannya hanya modus,” tegas Azhari. [FAH]

Baca juga Kekerasan sebagai Reaksi Ketertinggalan Umat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *