Akar Gerakan Islam Politik Modern
Ikhwanul Muslimin (IM) merupakan organisasi dan gerakan Islam politik yang paling berpengaruh di dunia Arab dan Islam pada era modern. Organisasi yang didirikan oleh Hassan al-Banna pada tahun 1928 di Ismailia, Mesir, itu tidak sekadar berperan sebagai gerakan dakwah tetapi juga sebagai kekuatan politik yang kemudian memengaruhi gerakan-gerakan Islam di seluruh dunia.
“IM dari sisi epistemologi dan filosofi pemikiran Islam politik bisa disebut sebagai induk dari semua gerakan dan organisasi Islam modern di dunia Arab dan Islam,” ujar Musthafa Abd Rahman, pengamat Timur Tengah, saat berbicara di hadapan 37 orang peserta Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama Wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) yang digelar AIDA di Mataram NTB beberapa waktu silam.
Baca juga Seluruh Ideologi Dapat Melahirkan Terorisme
Mantan wartawan Harian Kompas Biro Mesir itu menjelaskan, pendirian IM dilatari oleh berbagai faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kondisi Mesir yang saat itu berada di bawah penjajahan Inggris dan problem-problem sosial yang mengemuka. Selain itu, IM juga bertujuan menyaingi dominasi partai-partai liberal yang berkuasa di Mesir. Faktor eksternal mencakup dinamika isu Palestina setelah Perjanjian Balfour 1917 dan ambruknya dinasti Turki Utsmani pada tahun 1923, yang meninggalkan kekosongan kepemimpinan Islam di dunia.
Diterangkan Musthafa, ada dua konseptor dan ideolog utama IM, yaitu Hassan Al Banna dan Sayyid Qutub, yang berandil besar bagi lahirnya gerakan Islam politik di dunia Arab dan Islam. Kematian Hassan al-Banna pada tahun 1949 dan dinamika politik Mesir, termasuk konflik dengan militer pada tahun 1954, membawa perubahan besar dalam IM. Sayyid Qutub lantas menjadi figur kunci dalam gerakan radikal dan salafi jihadi.
“Sayyid Qutub, yang dihukum mati pada tahun 1966, meninggalkan warisan pemikiran yang menginspirasi gerakan-gerakan radikal di seluruh dunia, termasuk belakangan Al-Qaeda dan ISIS (Islamic State of Iraq and Syam-red),” ujar Musthafa.
Dua pentolan Al-Qaeda, Osama bin Laden dan Ayman Azzawahiri, terpengaruh oleh pemikiran Sayyid Qutub saat keduanya berkuliah Arab Saudi. “Namun Al-Qaeda lantas berseberangan dengan Kerajaan Arab Saudi lantaran menolak keras kehadiran pangkalan militer Amerika Serikat di Arab,” kata Musthafa.
Sementara pendiri ISIS, Abu Bakar Al-Baghdadi memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh Al-Qaeda Irak yang menjadi embrio ISIS.
Pria asli Madura ini memaparkan, ideologi IM menyebar pesat ke dunia Islam, termasuk Indonesia, melalui dua metode. Pertama, penerjemahan buku-buku karya Hassan Al-Banna dan Sayyid Qutub; Kedua, momentum jihad Afghanistan melawan invasi militer Uni Soviet. Saat itu para mujahidin dari seluruh dunia berkumpul di sana untuk mengikuti pendidikan dan berperang melawan Uni Soviet.
Baca juga Mencermati Pemantik Terorisme
“Setelah perang berakhir, para mujahidin kembali ke negara masing-masing sembari membawa pemikiran dan gerakan-gerakan radikal,” ujar Musthafa memungkasi paparan.
Sebagai informasi, Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Tokoh Agama merupakan rangkaian Program Dialog Perdamaian AIDA dengan kalangan tokoh agama di wilayah Mataram dan sekitarnya. Sebelumnya telah diselenggarakan Halaqah Alim Ulama: Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh. (MSY)