Home Inspirasi Aspirasi Damai Melanjutkan Misi Rasulullah
Aspirasi Damai - 18/10/2018

Melanjutkan Misi Rasulullah

Muhammad Saiful Haq. [dok. pribadi]
Muhammad Saiful Haq. [dok. pribadi]

Oleh: Muhammad Saiful Haq, mahasiswa Pascasarjana UIN Jakarta

“Mereka tahu nggak yang korban itu siapa? Bukannya saudaranya sendiri? Bahkan yang seiman. Jadi nggak masuk alasan dia jihad karena agama. Kalau dia mengaku Islam kan harusnya kita saudara. Kenapa seiman itu harus membunuh, emang di agama diajarkan?”

Demikian Sari Puspita, seorang korban Bom JW Marriott 2003, menyampaikan curahan hatinya dalam sebuah kegiatan untuk mengampanyekan perdamaian yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Yogyakarta pada November 2017.

Kata-katanya mengingatkan kita akan sabda Nabi Muhammad SAW., “Sesungguhnya aku diutus tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad, Malik dan Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad). Hadis tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah serta agama yang beliau sebarkan adalah mengajarkan pemeluknya untuk berperilaku baik.

Sabda Rasulullah ini dipertegas dalam Al-Quran.“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-Anbiya: 107).

Ayat tersebut secara tegas menerangkan bahwa misi Rasulullah adalah menghadirkan rahmat, kasih sayang, bagi seluruh alam beserta penghuninya. Sebagai umat Islam sudah selayaknya kita melanjutkan misi kenabian beliau. Melanjutkan misi perjuangan dakwah Rasulullah SAW. sesuai konteks ayat tersebut menurut hemat penulis adalah menebarkan cinta kasih serta menjaga persaudaraan (ukhuwah).

Penulis melihat, keputusan Sari serta beberapa korban terorisme yang berjuang mengampanyekan perdamaian bersama AIDA tergolong upaya untuk meneruskan misi Rasulullah. Alih-alih membalas dendam kepada pelaku, para korban memilih jalan damai untuk menghentikan aksi-aksi terorisme, yaitu dengan cara menyadarkan masyarakat akan bahaya paham kekerasan. Padahal, dapat dipastikan bahwa para korban mengalami trauma yang luar biasa setelah terdampak aksi terorisme.

Dalam kajian psikologis, di antara cara yang ampuh untuk mengatasi post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah berbagi dengan orang lain serta mengerjakan kegiatan yang membangun. Keputusan Sari dan para korban terorisme untuk membagi kisah dan pengalaman mereka kepada publik secara luas menurut hemat penulis sangat tepat. Dengan langkah itu mereka tidak hanya meringankan tekanan psikologis yang dialami, tetapi juga berkontribusi dalam menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga perdamaian, sekaligus juga mewaspadai adanya ancaman kejahatan terorisme.

Melampiaskan trauma psikologis akibat aksi kekerasan dengan cara melakukan kekerasan yang sama kepada pelaku atau orang lain tidak akan menghilangkan trauma itu sendiri, justru bisa menimbulkan masalah lain, salah satunya membuat yang bersangkutan menjadi permisif terhadap kekerasan. Membalas kekerasan dengan kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah.

Kekerasan hanya akan memperbesar masalah. Membagikan pengalaman dan mendialogkannya dengan orang lain adalah jalan yang dipilih Sari dan para korban untuk membangun kesadaran masyarakat tentang bahaya ekstremisme dan terorisme yang sangat destruktif.

Islam menjunjung tinggi perilaku mengasihi. Tidak hanya terhadap manusia, kepada setiap makhluk bernyawa serta lingkungan pun Islam mengajarkan untuk berkasih sayang. Bahkan, dalam situasi perang sekali pun, Rasulullah SAW. melarang umatnya untuk menyakiti wanita, orang tua, dan anak-anak, serta melarang untuk merusak tanaman dan bangunan tempat ibadah (lihat hadis riwayat Al-Bayhaqi dalam Al-Sunan Al-Kubra hadis nomor 17591).

Hal lain, setiap kesempatan hendak melakukan berbagai aktivitas, Rasulullah menyarankan kita mengucapkan bismillahirrahmanirrahim. Bila kita resapi dengan saksama makna lafaz basmalah tersebut sangatlah dalam, bahwa Tuhan yang kita sembah, Allah SWT., ialah Dzat Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang. Kita sebagai hamba-Nya hendaknya senantiasa mengusahakan agar sifat kasih dan sifat sayang Allah dapat terpancar dalam tindakan dan perilaku kita, yaitu mengasihi dan menyayangi orang lain.

Perilaku mengutamakan kasih sayang membuat kita dapat melestarikan persaudaraan (ukhuwah). Tidak hanya terbatas persaudaraan dengan umat muslim (ukhuwah Islamiyah) tetapi juga ukhuwah basyariyah, persaudaraan kita sesama umat manusia, sesama makhluk Allah SWT.

Merefleksikan kembali perjuangan para korban terorisme dalam menyuarakan perdamaian, menurut hemat penulis langkah tersebut merupakan upaya melanjutkan misi Rasulullah, yaitu mengabarkan kepada khalayak bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin, cinta dan kasih sayang untuk semesta alam, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan terorisme, justru Islam sangat menjunjung tinggi perdamaian.