Pahlawan Perdamaian
Oleh: Ahmad Hifni, alumnus Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta
Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November menjadi titik balik untuk mengenang perjuangan para pahlawan dalam menanam bibit-bibit perdamaian di negeri ini. Momentum ini menjadi pengingat sejauh mana perjuangan para pahlawan yang berkorban jiwa dan raga demi perdamaian, telah menjadi semangat bagi anak bangsa dalam mengisi kemerdekaan.
Dalam naskah Pembukaan UUD 1945 dinyatakan, “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa, mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.” Kemerdekaan memang telah diraih, persatuan telah dieratkan, kedaulatan rakyat telah digenggam, tetapi tata kehidupan masyarakat yang menjunjung tinggi perdamaian masih harus diperjuangkan.
Naskah Pembukaan UUD 1945 itu menegaskan bahwa meskipun kemerdekaan Indonesia berhasil diraih melalui perjuangan para pahlawan, namun perdamaian di negeri ini harus terus diupayakan, dijaga kelestariannya. Kegigihan perlawanan para pemuda di Surabaya saat Sekutu membombardir kota itu pada 10 November 1945, semestinya juga menginspirasi kita untuk terus mempromosikan perdamaian kepada seluruh anak bangsa di negeri ini.

Mungkin, masih banyak di antara kita yang lupa bahwa para pahlawan yang berjasa bagi bangsa dan negara tidak semata-mata hanya untuk meraih kemerdekaan dalam arti yang sempit. Lebih dari itu, makna kemerdekaan sesungguhnya adalah bebas dari segala bentuk konflik, kekerasan hingga tindakan terorisme. Maka dari itu, saat ini, tolok ukur kepahlawanan tidak lagi identik dengan aksi heroik mengangkat moncong senjata, tetapi yang paling penting adalah perjuangan dalam membangun perdamaian di Indonesia.
Tentu saja pemuda memiliki peran penting dan sentral dalam mewujudkan perdamaian. Kita tahu, heroisme perang 10 November merupakan penjelmaan karakter gerakan pemuda Indonesia yang sangat mengesankan dan paling dikenang. Di tangan pemudalah perlawanan anak-anak bangsa terhadap penjajahan begitu dahsyat, yang tercatat oleh sejarah sebagai perang terbesar pertama pasca-Indonesia merdeka dan memakan ribuan korban jiwa. Perjuangan mereka tidak hanya untuk mengusir penjajah, tetapi juga demi terciptanya kedamaian di negerinya sendiri.
Dalam kaitannya dengan itu, agama Islam pun menganjurkan kepada umatnya agar memperjuangkan dan mewujudkan perdamaian. Hal itu karena hanya melalui perdamaian manusia sebagai makhluk Allah bisa hidup dan membangun peradaban. Mengapa dalam salah satu ayat Al-Quran disebutkan bahwa Allah Swt mengutus Nabi Muhammad Saw sebagai rahmat bagi semesta alam (wamā arsalnāka illā rahmatan lil’ālamīn)? Tidak lain jawabannya karena manusia membutuhkan kedamaian dalam hidupnya, bukan kekerasan, konflik, pembunuhan, apalagi tindakan terorisme.
Siapa pun mengakui, komitmen perdamaian merupakan tujuan luhur agama Islam dan setiap umat manusia. Bila tujuan luhur Islam menghendaki perdamaian, lalu mengapa kekerasan itu kerap terjadi dengan korban yang begitu besar jumlahnya? Tentu kekerasan atas nama apa pun, termasuk terorisme telah menjadi kejahatan terburuk yang mengisi peradaban manusia. Ini adalah kenyataan yang paradoks, karena agama mengajarkan nilai-nilai luhur.
Maka dari itu, tugas pahlawan di zaman ini bukan lagi membela kemerdekaan Indonesia. Tugas mereka adalah menciptakan perdamaian, membela kebenaran, serta menegakkan keadilan bagi segenap bangsa. Jika mau dirumuskan lebih lugas, ini berarti tugas para pahlawan masa kini adalah menjadi pengawal bagi tegaknya perdamaian di negeri ini. Dengan gigih, ia akan memperjuangkan perdamaian untuk mengangkat kehidupan masyarakat. Betapa negeri ini merindukan pahlawan-pahlawan perdamaian agar Indonesia menjadi negara yang aman dan tenteram.