Mulailah Berdamai Dengan Diri Sendiri
“Saya mengalami beberapa luka di bagian tubuh. Adapun luka yang paling besar adalah luka buta di mata sebelah kanan dan gendang telinga sebelah kiri rusak.”
Aliansi Indonesia Damai- Pernyataan itu disampaikan Iswanto, salah seorang korban bom Kuningan tahun 2004 dalam salah satu acara bersama Aliansi Indonesia Damai (AIDA). Meskipun tragedi itu terjadi lima belas tahun lalu, namun sebagian luka fisik dan trauma psikis masih melekat pada diri Iswanto. Meskipun demikian, ia tidak mau peristiwa itu membunuh masa depan diri dan keluarganya. Saat itu, ia merupakan tenaga outsourcing keamanan yang ditugaskan di kantor Kedutaan Besar Australia, di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Dengan suara lirih Iswanto menceritakan peristiwa nahas yang menimpa dirinya. Pada waktu itu, 9 September 2004, Iswanto berangkat kerja sebagaimana biasanya. Ia mengaku tak ada firasat apapun. Namun sekitar pukul 10.25 WIB, sebuah mobil box melaju di jalur lambat di depan Kedutaan Besar Australia. Melihat gelagat mobil yang melambat di dekat gerbang Kedutaan, Iswanto yang saat itu sedang bertugas meminta sopir untuk mengarahkan mobil untuk maju.
Baca juga Luka Itu Tak Membuatnya Dendam pada Teroris
Namun demikian, sekitar tiga langkah di depan mobil box, tubuh Iswanto terpental akibat ledakan dahsyat yang bersumber dari kendaraan tersebut. Iswanto sempat tak sadarkan diri beberapa menit. Setelah tersadar, pandangannya gelap gulita. Iswanto merasakan panas dan sakit di sekujur tubuhnya yang tak tertahankan. Saat itu pula, Iswanto mendengar suara rekan-rekannya meminta tolong.
Sekitar seperempat jam kemudian, Iswanto mendapatkan pertolongan. Dia dibawa ke Rumah Sakit Metropolitan Medical Centre (MMC) Jakarta. Meskipun begitu, dia tidak segera mendapatkan penanganan medis karena suasana panik dan makin banyak korban berdatangan. Setelah mendapat pertolongan pertama, ternyata pihak rumah sakit MMC kekurangan tenaga medis dan fasilitas, sehingga ia dirujuk ke Rumah Sakit Aini, kemudian dirujuk lagi ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Di rumah sakit terakhir tersebut, Iswanto menjalani operasi pembersihan serpihan bom di 38 titik luka di tubuhnya. Luka paling parah dialami pada bagian mata kanan karena tertancap material tajam.
Operasi mata pun dilakukan. Ternyata di dalam mata kanannya terdapat sejumlah serpihan bom berukuran dua sentimeter sehingga memerlukan tindakan lanjutan. Iswanto pun harus menjalani beberapa operasi lagi demi mengangkat serpihan-serpihan itu. Total waktu yang dibutuhkannya adalah satu bulan lima hari. Setelah operasi, Iswanto juga menjalani terapi pengobatan di rumah sakit, termasuk penggantian rutin bola mata palsunya, dan konseling demi pemulihan pascatrauma.
Baca juga “Bukan karena Teroris Kakakmu Nggak Ada”
Sebagian luka yang dialami Iswanto mulai berlangsung pulih setelah menjalani puluhan operasi dan perawatan di Singapura dan Australia selama dua tahun. Namun hingga kini, Iswanto masih rutin minum obat dan periksa ke rumah sakit untuk cidera di telinga kirinya. Selama menjalani pengobatan, biaya ditanggung penuh oleh pemerintah Australia.
Bertahun-tahun Iswanto melawan sakit karena luka fisik dan psikis. Namun lambat laun ia bangkit. Ia memilih memaafkan pelaku. Bersama sejumlah penyintas dan anggota keluarga korban bom Kuningan, ia membentuk Forum Kuningan sebagai wadah untuk membantu dan saling mendukung di antara para penyintas. Selain itu, Iswanto juga mempererat hubungan dengan komunitas penyintas lain di Indonesia seperti Forum Kuningan, Yayasan Isana Dewata Bali dan beberapa kelompok penyintas lain.
“Kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan.”
Melalui kesadaran akan pentingnya perdamaian, ia meyakini bahwa kekerasan tidak mungkin bisa diselesaikan dengan kekerasan pula. “Kekerasan jangan dibalas dengan kekerasan,” tegas Iswanto, yang kini sudah bekerja sebagai staf tetap di Kedutaan Besar Australia.
Selain rutinitas bekerja, kini ia bersama AIDA aktif mengampanyekan perdamaian. Dalam setiap kegiatan yang dihadirinya, Iswanto senantiasa menekankan pesan agar kita semua belajar memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri. “Mulailah damai dengan diri sendiri, dan memafkan pelaku untuk hidup yang lebih baik,” pungkasnya. (TH)
Baca juga Pesan Terakhir Ayah Kepada Sang Anak