Pembelajaran dari Penyintas dan Mantan Ekstremis
“Saya terinspirasi dari hadis Nabi, bahwa muslim yang baik adalah orang yang saudaranya selamat dari lidah dan tangannya”
Aliansi Indonesia Damai- Demikian pernyataan Sumarno ketika berbagi kisahnya dalam kegiatan dialog interaktif bertema “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” di SMK MJPS 1 Tasikmalaya Februari lalu. Pria asal Lamongan, Jawa Timur, tersebut membagikan kisah perjalanan hidupnya yang pernah terlibat dalam kelompok ekstrem. Kini Sumarno telah memulai hidup baru. Ia memilih meninggalkan jalan kekerasan dan beralih menjadi penebar damai, salah satunya dengan bergabung menjadi tim perdamaian AIDA.
Sumarno berpesan kepada generasi muda agar bersama-sama menjaga perdamaian. Pasalnya, perdamaian adalah tanggungjawab bersama, bukan hanya bagi individu tertentu. Hanya dengan perdamaian lingkungan yang kondusif bisa terwujud. “Menciptakan perdamaian adalah kewajiban kita, jika damai tercapailah lingkungan yang harmonis,” ujarnya.
Baca juga Perdamaian Kebutuhan Dasar
Selain Sumarno, AIDA juga menghadirkan korban bom, salah satunya Nugraha Agung Laksono. Pemuda yang akrab disapa Agung tersebut merupakan salah seorang korban ledakan bom di Kampung Melayu tahun 2017 silam. Ledakan itu tak hanya terjadi sekali, tetapi dua kali. Agung adalah korban dari ledakan bom kedua.
Akibat ledakan itu, urat tendon kaki kanan Agung putus. Ia pun menjalani perawatan secara intensif. Tak hanya itu, kulit tangannya mengalami luka bakar dan kemasukan serpihan bom. “Dokter minta saya pakai tongkat 6 bulan, saya pakai tongkat tapi gak betah akhirnya dilepas, saya belajar jalan lagi,” ujar Agung.
Baca juga Melawan Kekerasan dengan Kasih Sayang
Agung sempat marah terhadap pelaku, karena ledakan bom itu bukan hanya melukai dirinya saja, tetapi juga keluarganya. Agung telah lama turut membantu perekonomian keluarga semenjak ayahnya wafat pada tahun 2010, namun karena musibah itu, perekonomian keluarga Agung sempat terganggu.
Seiring waktu Agung memilih bangkit. Salah satu alasannya, ia tidak ingin menjadi beban bagi keluarganya, sebaliknya ingin kembali berjuang membantu perekonomian keluarga. Meskipun rasa trauma masih ada, namun ia berusaha melawan rasa takut dan mengikhlaskan semua yang telah terjadi. “Saya ikhlas atas semua yang terjadi. Kalau kita terus marah tidak membuat semuanya berubah. Tidak membuat luka saya sembuh,” tutur Agung disambut tepuk tangan siswa.
Baca juga Semangat Perdamaian dari SMAN 4 Tasikmalaya
Siswa-siswi yang hadir mengaku mendapatkan pembelajaran dari kisah perjuangan Agung dan kisah pertobatan Sumarno. Salah seorang siswa mengatakan, kisah yang ia dengar membuatnya bisa lebih memahami pentingnya saling menghormati. Sementara peserta lainnya menuturkan, kisah Agung adalah inspirasi untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua.
“Saya jadi merasa bersyukur atas semua yang saya dapatkan dan saya sangat terkesan dengan cara Mas Agung berbakti kepada orang tuanya, jujur saya belum bisa berbakti seperti Mas Agung. Beliau berpikirnya sangat dewasa,” ucap siswi berjilbab itu. [MSH]