Ekstremis Tebar Ideologi Lewat Medsos
Aliansi Indonesia Damai- Media sosial telah menjadi medium untuk menyebarluaskan ideologi sekaligus merekrut anggota kelompok ekstrem. Bila di masa lalu perekrutan dilakukan secara offline dan tatap muka, saat ini perekrutan gencar dilakukan secara online, khususnya melalui media sosial. Ekstremisme kekerasan dapat disebarluaskan relatif lebih mudah lewat media sosial.
“Rata-rata terakhir ini, orang terpapar (ideologi) kekerasan dari media sosial,” ujar peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin, saat menjadi pembicara dalam “Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya” yang digelar AIDA secara daring, Selasa (13/7/2020). Kegiatan diikuti puluhan mahasiswa Universitas Negeri Malang.
Baca juga Kekerasan Melangkahi Batas-batas Ilahi
Menurut dia, kelompok ekstremis, terutama yang berafiliasi dengan ISIS, kerapkali menuduh pemerintah telah melakukan syirik akbar, sehingga dinilai telah keluar dari agama Islam. Mereka juga menganggap pemerintah telah mengganti hukum Allah dengan hukum buatan manusia. “Konsekuensinya pemerintah Indonesia dianggap kafir, tidak menegakkan syariat Islam. Seluruh aparat juga dihukum kafir. Mereka menganggap pemerintah dan aparat sebagai thogut,” ungkapnya.
Narasi khas kelompok ekstremis lainnya adalah tentang akhir zaman. Mereka memprediksi kiamat sudah sangat dekat dan Imam Mahdi segera muncul, terutama kebangkitan negeri Syam (Irak dan Suriah).
Baca juga Teroris Tak Dilihat dari Penampilan Fisik
Solahudin mengingatkan para mahasiswa agar menghindar dari paham-paham yang mudah mengkafirkan orang lain. “Kalau Anda bertemu dengan orang yang mengkafirkan sistem demokrasi, mengkafirkan pemerintah Indonesia, itu salah satu tanda orang yang terpapar paham ekstrem,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, mantan pelaku terorisme, Ali Fauzi Manzi, membenarkan pernyataan Solahudin. Ia mengungkapkan, penyebaran paham terorisme biasa dilakukan melalui dua hal, yaitu secara manual dan digital. Cara-cara manual kerap disampaikan melalui medium buku, risalah dari penjara, majalah, dauroh, dan perkemahan. Sementara metode digital adalah dengan media sosial seperti facebook, instagram, telegram, whatsapp, website dan klip video.
Baca juga Dari Mahasiswa untuk Perdamaian Indonesia
Ali Fauzi merasa bersyukur dapat menemukan jalan kembali ke perdamaian. Saat ini ia mengaku betul-betul bertobat, bahkan tekadnya ia buktikan dengan terlibat dalam kampanye-kampanye damai yang digelar AIDA di berbagai pelosok tanah air. “Alhamdulillah saya sekarang menjadi orang yang cinta Indonesia, taubatan nasuha,” katanya. [AH]
Baca juga Mahasiswa Rentan Terpapar Ekstremisme