Kekerasan Melangkahi Batas-batas Ilahi
Aliansi Indonesia Damai- Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi mengajak insan perguruan tinggi menghindari paham dan ideologi yang mengarah pada aksi terorisme. Berbagai pemikiran yang berkembang di kampus layak dikaji, namun pemahaman yang mengarah pada perbuatan ekstrem seperti terorisme, harus dihindari. Sebab aksi-aksi kekerasan telah melangkahi batas-batas kewenangan Allah SWT.
Menurut Hasibullah, manusia adalah makhluk ciptaanNya yang paling sempurna. Maka setiap orang tidak berhak melukai, apalagi membunuh orang lain. “Silakan Anda mengkaji pemikiran apa pun, tetapi kalau sudah mengajak aksi kekerasan, hati-hati di situ. Karena kalau kekerasan sudah dilakukan, maka sudah melangkahi batas-batas ilahi,” katanya dalam acara “Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Teroris dan Korbannya”, yang digelar AIDA secara daring. Kegiatan diikuti puluhan mahasiswa Universitas Negeri Malang, Selasa 13 Juli 2020.
Baca juga Teroris Tak Dilihat dari Penampilan Fisik
Sebagai makhluk ciptaan Allah, setiap orang tidak mungkin mengembalikan fungsi-fungsi organ tubuh yang telah rusak, sekali pun menggunakan teknologi dan bantuan medis yang canggih. Belajar dari pengalaman korban terorisme, ternyata fungsi anggota tubuh yang telah rusak tak kembali sempurna. “Saya belajar dari korban, ternyata karya Allah seperti kulit, tangan itu bisa diganti, tetapi sistemnya tidak mungkin bisa,” ujar penulis buku La tay’as itu.
Dia membayangkan betapa sulit dan pedih menjadi korban terorisme. Mereka harus menghadapi kesulitan hidup lantaran harus menanggung luka dan derita yang mereka alami. “Para korban ada yang kehilangan kaki, luka bakar, dan ditinggal keluarga. Kita siap tidak mengalami seperti korban? Sampai bertahun-tahun berada di rumah sakit, periksa, dan berobat,” tuturnya.
Baca juga Dari Mahasiswa untuk Perdamaian Indonesia
Selain menjelaskan perspektif korban dalam peristiwa terorisme, Hasibullah juga mengurai pentingnya memahami konteks perbuatan pelaku terorisme. Dalam hematnya, niat teroris bisa jadi tak salah, melainkan cara dan perbuatannya yang keliru. “Ada reaksi terhadap ketidakadilan. Kita tidak bisa memaksa orang yang mau melawan ketidakadilan. Norma di mana pun tidak membenarkan ketidakadilan. Ternyata bukan kepeduliannya terhadap ketidakadilan itu yang keliru, melainkan caranya,” kata alumni Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir itu.
Dia mencontohkan, ada pelaku teror yang niatnya adalah melawan ketidakadilan di Poso dan Palestina, tetapi kemudian menciptakan ketidakadilan lain di kantor Kedubes Australia di Jakarta yang menimbulkan banyak korban. “Inilah disconnected, tidak ketemu. Karena itu Islam menekankan jangan kita berbuat ketidakadilan sekali pun kepada orang yang tidak disukai. Bukan keadilan yang tegak, tetapi ketidakadilan-ketidakadilan yang baru yang akan terjadi,” ucapnya. [AH]
Baca juga Mahasiswa Rentan Terpapar Ekstremisme