Inspirasi Pemaafan Pelajar Bandung
“Tuhan saja memaafkan umatnya. Apalagi kita sesama umatnya harus bisa saling memaafkan. Jadi saya dan keluarga sudah memaafkan para pelaku, dan kami menerima kenyataan dari Tuhan.”
Aliansi Indonesia Damai- Pesan di atas disampaikan seorang pelajar SMAN 1 Ngamprah, Bandung Barat, dalam kegiatan Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh,” yang digelar AIDA, Rabu (26/8). Dia merupakan putri dari korban teror di Poso Sulawesi Tengah tahun 2005. Kendati kehilangan sosok ayah, ia mengaku ikhlas, bahkan telah memaafkan pelaku.
“Pembelajaran yang saya dapatkan dari kegiatan ini adalah bagaimana cara kita memaafkan seseorang yang sudah melakukan kekerasan terhadap kita dan keluarga kita sendiri,” ujar siswi berkacamata itu. Peristiwa yang terjadi lima belas tahun lalu itu merupakan residu konflik komunal Poso beberapa tahun sebelumnya.
Baca juga Penyintas Bom: Jangan Berhenti Bercita-cita
Selain diikuti oleh puluhan SMAN 1 Ngamprah, kegiatan tersebut juga melibatkan puluhan siswa-siswi dari SMAN 1 Padalarang dan SMAN 8 Bandung. Seorang siswi Padalarang mengaku dapat belajar tentang arti perdamaian dari korban terorisme. Menurut dia, sikap pemaafan korban adalah teladan sekaligus kunci untuk mewujudkan perdamaian, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
“Dari korban saya belajar, apa pun musibah kita, apa pun kejahatan orang lain, kunci awal untuk bisa memaafkan dan mencapai perdamaian adalah berdamai dengan diri sendiri. Karena nafsu amarah yang berada pada diri sendiri adalah penghalang terbesar untuk memaafkan orang lain,” tuturnya.
Baca juga Belajar dari Mantan Ekstremis
Dalam kegiatan ini AIDA menghadirkan Sucipto, korban Bom Kuningan 2004. Ia bertutur tentang kebangkitannya yang berawal dari usaha berdamai dengan diri sendiri untuk menerima kenyataan, kemudian puncaknya memaafkan para pelaku pengeboman. “Belajar berdamai dengan diri sendiri itu sangat penting, itu pengalaman saya,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, siswa asal Ngamprah merasa bersyukur bisa bertemu secara daring dengan pelaku terorisme yang telah insaf. Ia mengajak generasi muda untuk bersikap terbuka dan tidak merasa paling benar. Belajar dari pengalaman mantan pelaku, seseorang bisa terjebak pada pemahaman dan tindak kekerasan lantaran terlalu ekstrem dalam menyikapi persoalan.
Baca juga Suara Perdamaian dari Bumi Pasundan
“Dari mantan pelaku saya belajar, bahwa kita harus mengambil sikap pertengahan, tidak terlalu ekstrem,” ungkapnya sembari menyebut mantan pelaku terorisme yang dihadirkan dalam kegiatan, Kurnia Widodo.
Lebih jauh ia berpesan agar generasi muda berhati-hati dalam pergaulan sehari-hari, apalagi yang berkaitan dengan paham-paham ekstrem. “Kita juga harus pandai-pandai memilih teman dan lingkungan, karena paham terorisme bisa berasal dari pertemanan dan lingkungan sebagaimana dialami pak Kurnia,” katanya memungkasi. [AH]
Baca juga Meneladani Pertobatan Mantan Ekstremis