Generasi Damai, Generasi Emas Bangsa
Pelajar Indonesia adalah generasi harapan bangsa. Banyak cita-cita luhur tertumpu di pundak pelajar. Banyak hal harus dilakukan untuk membimbing mereka kearah kemajuan. Sungguh saying bila generasi penerus bangsa terjerumus kedalam paham ekstrem yang mengajarkan kekerasan. Pemerintah dan masyarakat harus berperan membentukpelajar menjadi generasi unggul. Redaksi SUARA PERDAMAIAN mewawancara Direktur Pembinaan SMA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Purwadi Sutanto, M.Si, untuk mengulas berbagai hal seputar pembentukan generasi damai pada Senin (7/3/2016). Berikut petikan wawancaranya.
Kalangan pelajar rentan terpengaruh paham dan ajaran prokekerasan. Penelitian sejumlah lembaga masyarakat sipil menunjukkan banyak pelajar terpengaruh ajaran prokekerasan. Bagaimana temuan dari pemerintah, khususnya Direktorat Pembinaan SMA Kemdikbud?
Direktorat PSMA mengapresiasi masukan berharga dari semua pihak mengenai isu dan fenomena ekstremisme, radikalisme atau sikap intoleran di kalangan pelajar. Selama ini kami belum melakukan penelitian khsusus tentang fenomena ini. Namun, kami selalu menjalin komunikasi, berdiskusi dan berdialog dengan berbagai pihak untuk menyikapi masalah ini. Dari itu kami memperoleh informasi berharga tentang bagaimana pola penyebaran pengaruh paham kekerasan dan intoleransi itu di kalangan pelajar atau di sekolah. Melihat akar dan pola penyebaran paham radikal yang terjadi selama ini, yang berkembang sedemikan rupa dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan ‘propaganda halus’, fenomena itu tentu sangat mengkhawatirkan kita semua. Kita harus mengambil langkah-langkah yang intensif dan lebih strategis untuk menghadapi ancaman ini. Generasi emas bangsa harus dilindungi dari marabahaya ini.
Apa kebijakan strategis yang telah atau akan dilakukan Kemdikbud untuk menyadarkan pelajar tentang bahaya kekerasan dan pentingnya perdamaian?
Untuk memitigasi ancaman kekerasan dan intoleransi, Direktorat PSMA terus berupaya memperkuat ketahanan pribadi peserta didik dan memperkuat ketahanan sekolah secara keseluruhan. Untuk itu, internalisasi dan aktualisasi nilai luhur Pancasila terus dilakukan melalui keseluruhan proses pembelajaran intrakurikuler, ekstrakurikuler dan nonkurikuler.
Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegeraaan juga terus diperkuat agar tumbuh sikap dan perilaku beriman kepada Tuhan, sadarakan hak dan kewajiban sebagai warga negara, penuh kasih sayang dan cinta damai. Dalam hal ini, mitigasi ancaman paham kekerasan disandarkan atas hakikat dan tujuan dari pendidikan itu sendiri. Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik dalam arti yang sesungguhnya adalah proses memanusiakan manusia (humanisasi), yakni pengangkatan manusia ketara finsani. Proses belajar mengajar di sekolah dengan demikian secara alamiah akan menolak segala bentuk pengaruh negatif yang mengancam nilai-nilai insani.
Pendidikan karakter peserta didik juga kita perkuat melalui berbagai kegiatan pembinaan kesiswaan, eksktrakurikuler dan nonkurikuler. Implementasi penumbuhan budi pekerti di sekolah sesuai amanat Permendikbud No.23 Tahun 2015 merupakan prioritas penting dari Kemdikbud. Kita jadikan itu sebagai gerakan, yaitu pembiasaan sikap dan perilaku positif di sekolah yang harus dilakukan seluruh warga sekolah untuk menumbuhkan kebiasaan yang baik dan membentuk generasi berkarakter positif.
Belakangan ini banyak lembaga masyarakat non pemerintah yang peduli dan melakukan program pembangunan perdamaian di kalangan pelajar. Apa pandangan Bapak tentang peran lembaga-lembaga ini? Bagaimana Direktorat PSMA mengoordinasikan lembaga-lembaga tersebut?
Kami menyambut positif dan mengapresiasi peran dari semua pemangku kepentingan pendidikan dan masyarakat untuk bersama-sama melakukan upaya mitigasi ancaman dalam pembentukan karakater generasi emas bangsa ini, terutama yang datang dari merebaknya paham kekerasan, radikal atau intoleran. Hal ini sangat relevan dengan visi dan kebijakan Kemdikbud, yaitu terbentuknya insane serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan dilandasi semangat gotong royong.
Yang perlu terus dibangun adalah bagaimana semua potensi kemitraan dalam menangani isu krusial ini dapat disinergikan dan dioptimalkan. Direktorat PSMA berupaya mengoordinasikan hal ini dengan membangun komunikasi yang intensif dan memberikan dorongan melalui sejumlah program bersama untuk meningkatkan pendidikan karakter dalam berbagai cara dan pendekatan. Kedepan, mungkin akan lebih baik jika semua potensi itu dapat dilembagakan paling tidak dalam sebuah forum Penumbuhan Budi Pekerti Siswa Indonesia atau apa pun namanya agar kita dapat berbagi peran dan kontribusi secara lebih nyata dan terintegrasi. Forum bersama ini dapat menjadi sebuah gerakan atau sarana untuk memberi masukan kebijakan dan langkah strategis untuk menangkal pengaruh paham pro kekerasan terhadap tumbuh kembang peserta didik.
Berdasarkan pengalaman AIDA melakukan kampanye perdamaian di banyak sekolah, korban teroris memempunyai peran yang efektif untuk menyadarkan pelajar akan bahaya aksi kekerasan dan pentingnya perdamaian. Bagaimana tanggapan Bapak tentang hal ini dan apa pandangan Bapak mengenai peran korban secara umum?
Saya kira metode penyampaian pesan-pesan perdamaian dan anti kekerasan yang dilakukan AIDA sangat bagus dan efektif karena yang dikedepankan adalah pelajaran penting dari sebuah pengalaman yang disampaikan secara otentik. Melalui metode ini para guru dan siswa diajak untuk melihat sekaligus berempati tentang betapa tindak kekerasan dalam bentuk apapun dapat mencederai hidup dan kemanusiaan. Penuturan korban terorisme akan menjadi pelajaran berharga bagi siswa. Mereka akan menyadari betapa pentingnya perdamaian dan betapa indahnya Indonesia karena tumbuh di atas kebhinnekaan dan persatuan. (MLM) [SWD]