Mendorong Dakwah yang Menyuburkan Perdamaian
Para pengurus ormas Islam dan aktivis dakwah di masjid-masjid memegang peranan penting dalam menyemai nilai-nilai kerahmatan Islam di masyarakat.Pidato dan tulisan mereka menjadi rujukan umat, pada taraf tertentu, dalam memahami dan menjalankan tuntunan agama.Sungguh disayangkan bila tokoh agama kurang bijak dalam menyampaikan nasihat sehingga berpotensi mengusik perdamaian di masyarakat.Redaksi mewawancara anggota Lembaga Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Zuly Qodir, untuk membahas hal tersebut. Berikut petikannya:
Paham ekstremisme dan terorisme telah meresahkan masyarakat secara khusus umat Islam karena para pelaku teror mengklaim tindakan mereka didasari motivasi agama.Banyak pihak termasuk ulama berupaya membendung persebaran paham tersebut dengan menyampaikan penjelasan yang sifatnya normatif teologis kepada umat.Namun faktanya, penyampaian ayat/hadis yang menampakkan moderatisme Islam tidak dihiraukan kelompok ekstremis.Mereka tetap pada sikap dan pendirian yang cenderung kaku dan tidak kontekstual dalam memahami ayat suci.Apa pandangan Bapak mengenai hal ini?
Saya pikir ada masalah dalam hal memahami pesan ilahi terkait ajaran jihad di mana mereka menganggap aksi teror sebagai jihad yang dianjurkan agama.Jihad dalam konteks qital (perang-red) seperti itu lebih dipahami dalam perspektif normatif semata dan tekstualis, dan saya pikir itu kurang tepat. Ayat-ayat Alquran dan hadis-hadis Rasulullah saw itu ada asbabun nuzul dan asbabul wurud-nya, ada konteks yang menyertai suatu ayat atau hadis turun. Oleh sebab itu perlu ada pendekatan yang lebih memadai terkait ayat-ayat tentang jihad, dakwah, atau tentang qital; bukan hanya bersifat tekstualitas tetapi juga kontekstualitas dengan memahami sejarah turunnya wahyu atau teks.Paham ekstremisme ada menurut saya lebih karena terjadinya pembajakan atas teks sehingga menjadi sangat sempit maknanya.Ini mendistorsi keluasan teks yang Tuhan turunkan pada kita semua.Perlu pendekatan yang lebih humanis dalam memahami teks, jangan hanya sifatnya literalis dan penuh dengan dimensi kebencian dan kekerasan atau perang.
Berbicara tentang terorisme, tentu ada pihak yang menjadi korban. Berdasarkan pengalaman AIDA, didapatkan fakta bahwa perspektif korban memiliki potensi yang signifikan dalam menyadarkan masyarakat akan bahaya terorisme. Tentu temuan ini penting disebarkan kepada masyarakat, termasuk tokoh agama, agar semakin banyak pihak yang memahami pentingnya mewaspadai paham ekstremisme-terorisme.Bagaimana Bapak memandang “pendekatan baru” dalam menangkal ekstremisme ini?
Saya pikir dengan menampilkan kesaksian atau testimoni korban itu bisa memperkaya metode dakwah yang selama ini dikembangkan para ulama.Dan, menurut saya bagus juga karena bisa menunjukkan dakwah Islam yang humanis, yaitu dakwah yang lebih manusiawi dan kultural. Perspektif korban ini juga bisa menjadi fakta sosial baru dalam dakwah di mana perasaan umat akan semakin didorong untuk saling bersimpati, bersolidaritas sosial, dan memperhatikan sesama. Menurut saya sangat penting korban itu dihadirkan untuk memberikan kesakasian betapa bengisnya kekerasan terorisme.
Apa yang bisa dilakukan ormas Islam moderat seperti Muhammadiyah dalam mendukung dakwah yang bisa menyadarkan masyarakat akan pentingnya melestarikan perdamaian sekaligus mewaspadai bahaya ekstremisme-terorisme?
Muhammadiyah perlu didorong untuk semakin maju dalam dakwah, tidak konvensional dalam menyampaikan dakwah, apalagi bersifat hitam putih dalam lingkup fikih, atau terlalu terbatas membahas akidah atau tauhid semata. Dakwah bukan hanya dalam dimensi seperti itu tetapi harus juga menyentuh dimensi sosial yakni bagaimana memberikan perhatian kepada yang susah, miskin, melarat, termasuk mereka yang menjadi korban kekerasan atas nama agama, atau korban terorisme.
Muhammadiyah perlu bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang selama ini menangani korban kekerasan terorisme agar warga mengerti bahwa perilaku terorisme itu tidak selalu dikatakan sebagai bagian dari konspirasi, apalagi korbannya juga dianggap sebagai bagian dari konspirasi, ini tidak adil. Mereka itu tidak mengerti apa-apa tetapi dikorbankan oleh para teroris yang mengaku berjihad.Jadi, menurut saya mendesak untuk dilakukan adalah mengajak banyak pihak untuk mendengarkan langsung kesaksian para korban terorisme agar semakin banyak orang yang menyadari penyimpangan ajaran terorisme yang sangat bertentangan dengan ajaran jihad. Pendek kata, Muhammadiyah harus meluaskan sayap dakwahnya dan memahami bahwa terorisme-ekstremisme itu memang ada dan tidak selalu dikatakan sebagai konspirasi, karena faktanya ada orang yang bersedia membunuh orang lain dengan meledakkan bom atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya dengan berpandangan bahwa aksinya itu dilegitimasi agama. [MLM, LA, MSY]