Home Inspirasi Aspirasi Damai Meski Beda Kita Harus Damai
Aspirasi Damai - 13/08/2018

Meski Beda Kita Harus Damai

Hapiz Daulay
Hapiz Daulay. Dok. Pribadi

 

Malang, sebuah kota di Jawa Timur, terkenal memiliki keindahan alam yang istimewa. Selain keindahan alamnya, Malang juga dikenal sebagai salah satu kota pelajar terbaik di Indonesia. Di kota berhawa sejuk ini terdapat banyak perguruan tinggi bereputasi baik, seperti Universitas Negeri Malang, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Institut Teknologi Nasional, Universitas Muhammadiyah Malang, serta kampus saya sendiri Universitas Brawijaya (UB). Malang menjadi tujuan hijrah para pelajar dari seluruh penjuru Tanah Air untuk menuntut ilmu.

Malam ini saya ingin mencurahkan pengalaman saya menjalin persahabatan dengan teman-teman saya sesama mahasiswa UB di Malang. Teman-teman saya berasal dari berbagai suku, bahasa, warna kulit, jenis rambut, dan agama yang berbeda-beda. Meskipun banyak perbedaan di antara kami tapi itu tidak menyurutkan niat saya dan teman-teman untuk membangun persahabatan yang damai.

Selama menempuh masa kuliah di UB saya mengontrak rumah bersama beberapa orang teman. Ada yang beragama Islam seperti saya dan ada juga yang memeluk agama lain. Kami hidup bersama di rumah kontrakan itu dengan rukun tanpa melihat perbedaan keyakinan di antara kami. Saya mengedepankan sikap tenggang rasa dalam bergaul dengan teman-teman. Syukurnya, teman-teman saya terutama yang nonmuslim juga menghormati agama saya dan tidak pernah mengganggu atau menghalang-halangi saya dalam beribadah.

Kedamaian dalam persahabatan antara saya dan teman-teman yang berbeda agama sempat diuji ketika marak tersebar isu terkait suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), khususnya saat pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Jakarta pada tahun 2017. Ada beberapa mahasiswa UB yang mengunggah tulisan bernada kebencian terhadap calon gubernur tertentu di media sosial. Ujaran kebencian itu menyangkut agama serta ras dari calon gubernur tersebut.

Menyebarnya ujaran kebencian di dunia maya itu saya rasakan cukup meresahkan dan mengganggu kondisi kedamaian di antara mahasiswa di Malang. Menurut saya mahasiswa yang merupakan golongan terpelajar seharusnya tidak menyebarkan kebencian di masyarakat karena hanya akan menambah pelik persoalan politik di Indonesia. Provokasi kebencian yang terus-terusan diumbar di dunia maya bisa menimbulkan ketegangan bahkan perpecahan di dunia nyata.

Teman-teman saya yang beragama non-Islam sempat menanyakan kepada saya kenapa banyak orang, rata-rata umat muslim, mengaitkan asal usul ras dan agama calon gubernur yang sedang menghadapi kasus hukum saat itu. Saya pun mencoba menjelaskan semampu saya bahwa ujaran kebencian seperti itu hanya dilontarkan oleh oknum umat Islam yang memiliki kepentingan politik yang berseberangan dengan orang yang dia serang. Itu tidak bisa digeneralisasi sebab banyak juga orang Islam yang tidak suka membuat ujaran kebencian apalagi menyebarkannya ke media sosial. Saya yakin banyak umat muslim yang menginginkan kedamaian tercipta di Indonesia ini.

Saat isu Pilkada di ibu kota memanas, diskusi di antara kami kaum mahasiswa di Malang juga terimbas. Di era keterbukaan seperti sekarang ini kami tidak bisa menutup mata untuk tidak membicarakan perbenturan antara agama dan politik. Sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UB saya berusaha sesuai kemampuan untuk meluruskan pikiran teman-teman agar tidak terjebak dalam perpolitikan yang tidak sehat, yang menghalalkan fitnah dan hoax. Saya juga mengajak kepada teman-teman untuk tidak mencampurkan urusan politik dengan persahabatan di antara kami. Menurut saya rugi besar kami bila ada satu atau dua orang teman yang putus persahabatan gara-gara beda pilihan calon pemimpin.

Alhamdulillah, sampai sekarang persahabatan di antara kami mahasiswa UB, terutama yang sekontrakan dengan saya, masih terjaga baik. Saya pikir kunci dari solidnya persahabatan kami adalah menghormati keyakinan masing-masing. Bila di dalam diri setiap anggota sudah tertanam sikap menghormati keyakinan orang lain insyaallah hubungan pertemanan di komunitas itu akan lebih kuat, tidak tergerus oleh faktor eksternal.

Saya punya pengalaman menarik terkait persahabatan. Waktu liburan saya dan teman-teman melakukan perjalanan (touring) ke Banyuwangi. Tempat yang kami tuju cukup jauh dan perjalanan ke sana memakan waktu beberapa jam. Di tengah perjalanan saat waktu shalat zuhur tiba beberapa teman mengusulkan untuk berhenti di sebuah masjid. Saya terkejut sekaligus salut setelah mengetahui bahwa yang mengusulkan kita istirahat di masjid adalah teman yang nonmuslim. Saya dan teman-teman yang beragama Islam saat itu mungkin malah tidak begitu menaruh perhatian bahwa azan zuhur sudah terdengar, artinya waktunya bagi umat muslim untuk beribadah.

Walikota Malang, M. Anton, mengatakan, “Menurut kami, umat beragama harus memupuk dan memelihara kebersamaan sampai akhir zaman,” seperti dikutip SuryaMalang pada Sabtu (17/2/2018). Ungkapan-ungkapan seperti ini yang menurut saya harus lebih banyak lagi disebarkan di masyarakat. Sebagai sosok pemimpin, Walikota Malang memberi contoh dan menganjurkan warganya untuk menjaga kerukunan beragama. Masyarakat di Malang sudah seharusnya mendukung tercipatanya kondisi kedamaian dan kerukunan itu. Dan, mahasiswa sebagai elemen masyarakat juga harus ambil bagian dalam menciptakan perdamaian.

Tahun ini dan tahun depan 2019 adalah tahun politik di mana seluruh bangsa Indonesia akan melangsungkan pemilihan presiden dan wakil presiden (Pilpres 2019) sebagai mekanisme demokrasi. Kita harus menjaga kerukunan dan hubungan baik antarsesama. Boleh kita beda pilihan politik tetapi persaudaraan dan persahabatan di antara kita jangan sampai terpecah.

Saya jadi ingat pesan dari Presiden Ke-4 Indonesia, Abdurahman Wahid. Beliau mengatakan, “Indonesia terdiri dari berbagai macam agama, suku, budaya, harus dijaga secara bersama, sehingga harus saling menghormati antarsesama manusia.” Pesan tersebut sangat jelas menganjurkan agar setiap manusia di Indonesia ini harus saling menghormati dan hidup berdampingan dalam perbedaan. Hanya dengan begitu kita akan mendapatkan kedamaian dan kemajuan.

Oleh: Hapiz Daulay

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Brawijaya