BEM Unikom Ajak Mahasiswa Belajar Ketangguhan dari Penyintas
Aliansi Indonesia Damai- Tidak ada orang yang berharap menjadi korban terorisme. Sebagian besar manusia juga menolak untuk menjadi pelaku terorisme. Namun, dalam kehidupan nyata ada orang yang tak bisa menolak takdir yang menggariskannya menjadi korban aksi teror, serta ada pula pihak yang pernah terlibat dengan gerakan terorisme. Dari pengalaman hidup korban dan mantan pelaku terorisme bisa diambil pembelajaran tentang pentingnya melestarikan perdamaian.
Suasana itulah yang terbangun saat acara Diskusi & Bedah Film “Tangguh” diselenggarakan di Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung, Rabu (24/4/2019). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unikom bekerja sama dengan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) itu dihelat di Ruang Teater Utama Kampus Unikom, dan dihadiri oleh 74 orang. Film “Tangguh” adalah karya dokumenter produksi AIDA yang mengisahkan perjuangan korban dan mantan pelaku terorisme melalui berbagai tantangan kehidupan.
Wakil Presiden Mahasiswa Unikom, Muhammad Yudistira, saat memberikan sambutan menegaskan bahwa pihaknya sangat mendukung kegiatan positif ini. Menurutnya, Diskusi & Bedah Film “Tangguh” bisa menginspirasi generasi muda, khususnya mahasiswa. “Terutama jika kita melihat ada konflik yang bisa mengarah kepada perpecahan di tengah masyarakat karena perbedaan pilihan pada Pilpres kali ini. Dan, juga di sisi lain, tidak sedikit media sosial tidak digunakan dengan baik dan benar. Jadi ini penting bagi mahasiswa,” ujarnya.
“Tangguh” menggambarkan kondisi kehidupan sebagian korban aksi teror yang terjadi di masa lalu, yaitu tragedi Bom Bali 2002, pemboman Hotel JW Marriott Jakarta pada tahun 2003, serta kejadian bom di Jl. HR Rasuna Said Kuningan, Jakarta Selatan pada 2004. Bagi para korban, serangan teror bom adalah peristiwa yang mengubah jalan hidup. Sudirman, penyintas Bom Kuningan 2004, harus rela menjadi cacat seumur hidup setelah sebelah matanya tak lagi bisa melihat akibat ledakan bom. Korban lain yang kisahnya juga diangkat dalam Film “Tangguh” mengaku berbagai penderitaan terpaksa ia jalani seorang diri setelah suaminya meninggal dunia menjadi korban tragedi Bom JW Marriott tahun 2003.
Selama pemutaran film, beberapa mahasiswa terlihat menitikkan air mata. Menurut sebagian mereka, kisah korban terorisme menyayat hati. Salah seorang peserta mengaku bisa mengambil banyak pembelajaran dari Film “Tangguh”. Bagi dia, film itu memberinya inspirasi agar terus berikhtiar merawat perdamaian. “Mereka sebagai korban, mengajarkan saya untuk memelihara perdamaian. Saya ingin memberikan pembelajaran perdamaian juga kepada orang-orang sekitar,” kata dia.
Selama ini, ia menambahkan, banyak pihak hanya melihat terorisme dari sudut pandang pelaku. Ia mengaku, baru setelah menonton Film “Tangguh”, ia menyadari bahwa korban adalah pihak yang paling dirugikan dari peristiwa teror. “Kalau terorisme selama ini saya lihat di media-media, tapi sekarang saya menyadari bahwa korban terorisme menjadi bukti bahwa kekerasan terorisme itu ada,” kata mahasiswa Unikom jurusan Desain Komunikasi Visual itu.
Dua mahasiswa alumni Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang diselenggarakan AIDA pada pada 6-7 April 2019 lalu, menjadi fasilitator acara Diskusi & Bedah Film “Tangguh” di Kampus Unikom. Mereka berbagai pengalaman kepada para mahasiswa yang hadir tentang bahaya paham dan gerakan terorisme. Salah satunya menggali semangat ketangguhan korban, yang meskipun mengalami banyak penderitaan namun tetap bisa tegar, bahkan mampu memaafkan orang-orang yang pernah terlibat dengan kelompok teroris.
Fasilitator lainnya juga berbagi pembelajaran berharga dari mantan pelaku terorisme. Ia mengatakan, semua orang di muka bumi ini pasti pernah melakukan kesalahan. “Bahwa setiap orang pasti bisa bersalah, namun sebaik-baik orang adalah yang meminta maaf dan bertobat,” kata dia.
Diskusi & Bedah Film “Tangguh” di Kampus Unikom adalah tindak lanjut dari dua rangkaian kegiatan kampanye perdamaian di kalangan mahasiswa di Bandung, yang diinisiasi AIDA sebelumnya, yaitu Seminar Halaqah Perdamaian: Belajar dari Rekonsiliasi Korban dan Mantan Pelaku Terorisme di Universitas Pendidikan Indonesia (13 Maret 2019), dan Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa di Hotel Santika Bandung (6-7 April 2019). [FS]