Kongres Internasional Korban Terorisme: Mayoritas Korban Muslim
Aliansi Indonesia Damai– Kongres internasional untuk menyuarakan korban terorisme kembali diadakan pada akhir bulan lalu. Kegiatan bernama International Congress for Victims of Terrorism diselenggarakan selama tiga hari atas kerjasama antara French Terror Victims Association (AFVT) bersama pemerintah kota Nice, Prancis.
Kegiatan yang dihadiri lebih dari 700 peserta ini bertujuan untuk membuat suara korban lebih didengar oleh semua lapisan masyarakat global. Sebanyak 450 korban terorisme dari 80 negara turut diundang untuk berdiskusi bersama terkait hak dan penanganan mereka pascakejadian teror. Secara garis besar, kongres ingin meningkatkan hubungan antar-korban secara global sehingga keluarga para korban teror dari berbagai negara dapat saling mengenal satu sama lain. Di sisi lain, kongres juga ingin menegaskan kepada otoritas yang berwenang tentang pentingnya upaya berkelanjutan bagi para korban.
Baca juga Malam Kebersamaan Tim Perdamaian
Kongres juga berupaya untuk mengenalkan korban terorisme kepada para partisipan secara lebih dekat melalui penayangan video testimoni pendek dari para korban. Hadir pula beberapa ahli mengemukakan pendapat mereka tentang peran korban dalam mencegah ekstremisme serta bagaimana negara seharusnya memenuhi peran pentingnya dalam menanggapi dan membantu korban terorisme. Selama kongres berlangsung, para korban terorisme juga diberikan kesempatan untuk menyampaikan pidato, panel serta berbagai aktivitas budaya dan artistik.

Kongres ini dibuka Walikota Nice, Christian Estrosi dan Pimpinan AFVT, Guillaume Denoix de Saint-Marc. Dalam pembukaannya, Saint-Marc memberikan pernyataan penting, ”Muslim adalah yang pertama menderita akibat serangan teror,” katanya.
Baca juga Serangan 9/11 Menyisakan Penyakit Kanker Bagi Korban
Saint-Marc juga menggarisbawahi, 80% korban terorisme di seluruh dunia adalah muslim. Argumen ini dilanjutkan dengan pesannya kepada masyarakat Eropa terkait pentingnya memahami fakta tersebut. ”Penting untuk mengingat ini di Eropa karena diasumsikan bahwa mereka yang melakukan serangan teror adalah Muslim dan korbannya adalah non-muslim. Ini tidak benar,” imbuhnya.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Saint-Marc bukan tanpa tanpa alasan. Sebagaimana dilansir Eurasia Diary News, meningkatnya kebencian anti-muslim di negara-negara Barat turut berpengaruh terhadap tingkat kekerasan sayap kanan. Teori konspirasi anti-Islam adalah salah satu pendorong utama ideologi teroris sayap kanan. Meskipun demikian, ia juga tetap menekankan pentingnya melakukan upaya pencegahan radikalisasi terhadap Muslim. [WTR]
1 Comment