Malam Kebersamaan Tim Perdamaian

Pelatihan Tim Perdamaian Tingkat Lanjut yang diselenggarakan Aliansi Indonesia Damai (AIDA) di Desa Bumi Gumati, Sentul Bogor, lebih sekedar merayakan kedekatan antarkorban terorisme (penyintas) dan mantan pelakunya. Lebih dari itu, pelatihan ini melebur menjadi wahana untuk mempererat persatuan dan persaudaraan. Perjumpaan mewujud oleh ikatan kecintaan yang sama, menjadi ruang kegembiraan yang sama, bahkan ketika mereka saling menyapa, kebersamaan itu pun terwujud tanpa label yang muluk-muluk. 

Rangkaian acara itu dimulai sejak Sabtu hingga Minggu 21-22 September 2019. Direktur AIDA, Hasibullah Satrawi mengatakan, duta perdamaian adalah representasi uluran cinta dan kedamaian. Keberadaan mereka menjadi bukti betapa setiap manusia membutuhkan perdamaian. “Duta perdamaian, jangan sampai terjebak ke jalan kekerasan,” katanya. Namun demikian, duta perdamaian bukan berarti tidak memiliki kekurangan, tetapi melalui kekurangan itu kita berbagi. “Kita berbagi dalam keterbatasan,” lanjut Hasibullah.

Baca juga Menjalin Soliditas Tim Perdamaian AIDA

Peserta yang sebagian besar terdiri dari penyintas itu menyambut kegiatan dengan hangat. Sabtu Malam, pukul 19.00, semua berkumpul di sebuah saung, tempat tim hendak makan malam. Perhelatan musik orgen tunggal digelar, mengambil celah alam terbuka sebagai latar belakang. Para penyintas dan mantan pelaku duduk bersama penuh keakraban sembari menikmati makanan malam yang telah tersaji. Cuaca malam yang semula cukup dingin, perlahan melembut seiring alunan musik yang mulai terdengar syahdu. Suara renyah dan permainan orgen tersimak syahdu di antara desir angin dari kawasan pedesaan, tempat saung berada. 

Malam itu, suasana terasa hangat, seperti acara temu keluarga yang santai, tenang dan membahagiakan. Sebagian peserta yang datang menjabat erat tangan mereka yang datang lebih awal. Semua lalu melebur menjadi satu. Di tengah-tengah alunan musik itu, mangkuk-mangkuk makanan, camilan, dan minuman beredar melewati kerumunan, sungguh menghangatkan malam yang terus beranjak ke tengah malam. Suasana menjadi hangat dan penuh tawa. “Ini malam mempererat rasa kekeluargaan kita, kita rayakan kebersamaan, semuanya harus menyumbangkan lagu,” kata Sucipto, ketua Yayasan Penyintas Indonesia (YPI). 

Kebersamaan Tim Perdamaian

Malam itu, vokalis membawakan lagu-lagu bergenre pop klasik, sesuai rata-rata usia peserta. Ia membawakan sejumlah lagu antara lain, “kisah sedih di hari minggu”, “katakan sejujurnya”, “hati yang luka”, dan masih banyak lagu-lagu kenangan lainnya. Seolah tak mau kalah, sebagian penyintas termasuk mantan pelaku turut menyumbangkan lagu. Meskipun dengan suara yang tak begitu moncer, akan tetapi sebagian peserta maju kedepan dan berjoget bersama. Malam itu menjadi malam perayaan kebersamaan. Walaupun berbeda latar belakang, seolah tak mungkin mempersatukan mantan pelaku dan korbannya, walakin yang terjadi justru mereka bisa tampil satu panggung yang harmoni.

Momen ini tidak hanya menghidupkan kebersamaan dan menghangatkan persaudaraan, tetapi juga menumbuhkan optimisme akan kelestarian perdamaian Indonesia. Ketika korban dan mantan pelaku bersatu, maka suasana menjadi indah dan damai. Di tengah-tengah keterbatasan, mereka menunjukkan semangat ketangguhan untuk terus menebar perdamaian. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan, Apabila kesulitan menimpamu, maka tunjukkanlah kegagahanmu”. Ya, Tim Perdamaian telah menunjukkan kegagahan itu. Ketika banyak orang memilih jalan kekerasan, tim perdamaian lebih memilih perdamaian. [AH]

Baca juga Keakraban, Kedamaian dan Pesona Bromo

3 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *