Kisah Pertobatan Mantan Napiter: Kembali ke Jalan Damai (Bagian 4-Terakhir)

Pengantar: Artikel berseri berikut adalah tentang Imran Rabbani, mantan Narapidana kasus terorisme di Amerika Serikat. Imran memutuskan meninggalkan paham ekstremisme yang pernah diyakininya sebagai kebenaran. Ada banyak faktor yang membuatnya sampai di titik itu. Redaksi menerjemahkan dan meringkas artikel yang dimuat di Los Angeles Times, 12 Januari 2020.

Pada November 2016, beberapa bulan setelah berusia 19 tahun, Imran dibebaskan dari pusat penahanan setelah dikurung selama 14 bulan. Sejak saat itu ia berupaya untuk terus memperbaiki masa lalunya. Ketika sedang tidak berada di kelas untuk mengejar gelar sarjana dalam bidang ilmu politik dan psikologi, dia menjadi seorang koki di sebuah restoran burger halal di Manhattan. 

Teman-teman, keluarga, dan rekan kerja mengatakan, Imran telah tumbuh menjadi pemuda yang tenang dan tegas dengan etika kerja yang kuat. Bahkan banyak dari mereka yang terkesan dengan kehausan Imran untuk belajar tentang pandangan dunia yang berbeda. Aparat penegak hukum juga mengungkapkan hal serupa tentangnya dan memperhatikan hal-hal baru yang muncul dalam diri Imran, seperti keyakinan, kepekaan, dan kebaikan.

Baca juga Pertobatan Mantan Napiter: Perjumpaan yang Menjerumuskan (Bagian 1)

Perjalanan Imran mengajarinya untuk tidak terlalu mudah dalam mempercayai orang. Dia memutuskan bersandar pada saudara-saudaranya untuk meminta nasehat. Saat ini, ia merasa bahwa kadang-kadang masa lalunya terus mengejarnya dan membuat dirinya harus berjuang melawan kecemasan setiap kali mengingat tuduhan terorisme yang pernah diterimanya. “Saya jelas sedang mengalami krisis identitas saat itu. Jika bukan karena orang yang saya temui, saya tidak tahu jalan apa yang akan saya lalui,” katanya.

Baca juga Pertobatan Mantan Napiter: Pembinaan yang Tepat (Bagian 2)

Setelah menghabiskan hari bersama para mantan penjaga yang bertugas ketika ia sedang dalam masa tahanan, Rabbani berjalan menuju pintu keluar pusat penahanan. Sekitar 10 kaki dari pintu, ia menoleh ke Thomas dan Woodson, menjabat erat tangan mereka, memeluk mereka dan mengucapkan selamat tinggal.

Saat itu menjadi kali pertama bagi Rabbani untuk meninggalkan pusat penahanan tanpa ikatan pada pergelangan kaki dan pergelangan tangannya. Thomas dan Woodson berdiri terdiam melihat Imran pergi. Imran berbalik untuk melihat gerbang yang menutup di belakangnya. Dia berjalan di seberang jalan, kemudian duduk di trotoar dan menangis sembari memegang mushaf al-Quran yang diberikan Ahmed kepadanya.

Sumber: https://www.latimes.com/nation/la-na-col1-terrorism-prison-radicalization-2019-story.html

Baca juga Kisah Pertobatan Mantan Napiter: Pembinaan yang Tepat (Bagian 3)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *