05/08/2020

Elemen Utama Propaganda Ekstremisme

Aliansi Indonesia Damai – Ada tiga elemen utama dalam propaganda ekstremisme kekerasan, yaitu pesan, pengirim pesan (messenger), dan media sebagai wadahnya. Ketiganya kerap disebut sebagai ingredient of extremism atau bahan baku ekstremisme. Mahasiswa sebagai kelompok terdidik perlu memahaminya agar lebih mawas diri dan bersikap kritis terhadap setiap propaganda ekstremisme.

Pernyataan tersebut diungkapkan oleh Solahudin, peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, dalam “Diskusi dan Bedah Buku La Tay’as: Ibroh dari Kehidupan Mantan Teroris dan Korbannya” yang dikuti oleh puluhan mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) secara daring pada akhir Juli lalu. Kegiatan ini diselenggarakan AIDA bekerja sama dengan BEM Unesa.

Baca juga Niat Mungkin Baik Aksinya Salah

Solahudin menerangkan, ada beberapa pesan yang sangat jamak dijumpai  dalam propaganda ekstremisme, salah satunya adalah narasi akhir zaman. Solah, demikian sapaan akrab Solahudin, mencontohkan kelompok ISIS yang mengampanyekan bahwa pemerintahan yang mereka bentuk pada tahun 2014 adalah khilafah akhir zaman.

Khilafah ini didirikan dan dipimpin oleh Abu Bakr al-Baghdadi yang diyakini sebagai keturunan suku Quraisy, sebagaimana Nabi Muhammad SAW. “Ini yang ingin dimanipulasi. Sehingga membuat orang-orang mau percaya dan hijrah ke bumi Syam,” ucapnya.

Baca juga Virus Ekstremisme Tak Kenal Sasaran

Agar lebih efektif, pesan-pesan tersebut harus disampaikan oleh tokoh-tokoh yang otoritatif dan berpengaruh di kalangan mereka. Dari hasil kajian Solah terhadap sejumlah narapidana terorisme,  salah satu sosok yang efektif sebagai messenger adalah Aman Abdurahman “Banyak individu yang tertangkap menyatakan bahwa mereka teradikalisasi setelah mendengar ceramah dan membaca buku Aman,” katanya.

Sosok messenger tidak bisa berdiri sendiri. Dia membutuhkan media yang efektif menyebarkan pesan-pesan yang sudah diramu sedemikian rupa, baik untuk lingkaran internal mereka maupun khalayak luas. Pada era murah digital seperti sekarang, media yang paling banyak digunakan adalah kanal-kanal dunia maya, seperti whatsapp, telegram, youtube, dan media sosial lain.

Baca juga Rentan Menjadi Ekstremis

Menurut Solah, dulu perekrutan teroris dilakukan melalui kajian seperti majelis taklim yang bersifat terbatas. Tetapi dengan fasilitas media sosial daring, pesan-pesan tersebut berhasil menerobos sekat batas geografis sehingga memudahkan kelompok ekstremis merekrut pengikut baru.

“Efek dari radikalisasi daring ini sangat luar biasa, karena dapat berlangsung lebih cepat. Rentang waktunya 0-12 bulan. Ini berbeda dengan teroris lama yang mengalami radikalisasi 5-10 tahun, mulai dari pertama sampai ia melakukan amaliat (aksi),” katanya.

Baca juga Mewaspadai Penganut Takfiri Kekerasan

Karena itulah, Solah menyarankan agar mahasiswa lebih kritis dalam menerima setiap informasi dari media sosial. Selain bisa menjadi sumber informasi, media sosial dapat menjadi bumerang bagi keberlangsungan hidup manusia. Mahasiswa harus memiliki kesadaran kognitif yang penuh untuk menyaring setiap pesan yang didapatkan, terlebih jika mengandung provokasi kekerasan. [NOV]

Baca juga Ekstremis Tebar Ideologi Lewat Medsos

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *