Penyintas Bom Dorong Remaja Jadi Duta Damai
Aliansi Indonesia Damai- Iswanto Kasman, penyintas Bom Kuningan 2004, mengajak generasi remaja untuk menjaga perdamaian bumi pertiwi. Peran itu bisa diawali di lingkungan kecil masing-masing dengan menghindari cara-cara kekerasan dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang muncul.
Iswanto bertahun-tahun merasakan penderitaan akibat aksi kekerasan terorisme. Karena itu dia berharap tak ada lagi orang yang mesti mengalami nasib sepertinya. “Marilah menjaga perdamaian dengan menjadi duta damai,” katanya dalam Dialog Interaktif Virtual “Belajar Bersama Menjadi Generasi Tangguh” yang digelar AIDA, Selasa (15/9). Kegiatan diikuti 49 siswa-siswi SMAN 1 Tasikmalaya.
Baca juga Beban Ganda Korban Terorisme
Bagi Is, demikian sapaan akrabnya, terorisme adalah kejahatan yang luar biasa terhadap kemanusiaan. Akibat teror bom Kuningan, Is mengalami banyak cedera, termasuk harus kehilangan mata kanannya. “Adik-adikku sekalian. Bahwasanya (luka) korban bom ini sangat luar biasa. Saya saksi hidup. Serpihan dengan 36 titik di tubuh saya, besar maupun kecil, adalah sangat menyakitkan dan sangat menyiksa,” katanya.
Pada hari kejadian, 9 September 2004, sebagai petugas keamanan dirinya tengah sibuk mengatur kendaraan yang keluar masuk kantor Kedubes Australia. Tiba-tiba ia melihat mobil box yang berhenti di arah pintu masuk kantor. Iswanto berteriak meminta pengendara memindahkan mobilnya agar tidak menghalangi mobil yang hendak keluar-masuk.
Baca juga Generasi Tangguh Belajar dari Pengalaman
Karena teriakan tidak digubris, ia bermaksud menghampiri mobil tersebut. Nahas, baru beberapa langkah, mobil itu meledak. Is terpental hingga tiga meter ke badan jalan HR Rasuna Said. Ia menderita luka sangat serius. Bola mata kanannya bahkan tak bisa diselamatkan akibat terkena serpihan. Saat mendengar vonis medis itu, perasaan Is campur aduk. “Ada rasa yang tidak jelas pada diri saya. Antara ingin menangis atau marah,” ucapnya mengenang.
Namun Is berusaha tegar melanjutkan hidup. Ia mengikuti semua proses penyembuhan, termasuk berobat ke Singapura atas bantuan dari kantornya. Namun secanggih apa pun peralatan medis tidak mampu mengembalikan organ tubuhnya. Ia harus berdamai dengan kenyataan bahwa kondisi fisiknya tak lagi sempurna.
Baca juga Inspirasi Damai SMAN 1 Weleri
Is menolak takluk. Ia menyadari bahwa kebangkitan bukan pilihan, melainkan kewajiban. Dukungan dari orang-orang terdekat, khususnya keluarga dan teman-teman sangat berperan dalam memotivasinya untuk terus berjalan ke depan.
“Ada beberapa faktor yang memotivasi saya untuk bangkit. Seperti keluarga yang masih menerima, baik kondisi saya sebelum maupun setelah terkena bom. Tak lupa dengan teman-teman di kantor, saling support, bahkan saling menguatkan setelah kejadian itu,” katanya. [FAH]
Baca juga Menumbuhkan Jihad Belajar