17/09/2020

Kisah Korban Inspirasi Petugas Pemasyarakatan

Aliansi Indonesia Damai– Kisah ketangguhan korban bom terorisme menghadapi berbagai ujian hidup menginspirasi petugas pemasyarakatan. Hal itu mengemuka setelah Nugroho Agung Laksono, korban Bom Kampung Melayu tahun 2017, berbagi kisah hidupnya dalam Pelatihan Penguatan Perspektif Korban bagi Petugas Pemasyarakatan secara Daring, yang diselenggarakan AIDA, Kamis (10/09/2020).

Pemuda berusia 21 tahun tersebut menceritakan detail musibah yang menimpanya, sejak proses pengobatan, hingga bangkit dan memaafkan pelakunya. Di hadapan puluhan petugas pemasyarakatan yang mengikuti pelatihan hari ketiga, Agung menuturkan, malam itu, 24 Mei 2017, ia sedang beristirahat usai bekerja sebagai sopir angkutan umum. Tiba-tiba terdengar keras.

Baca juga Beban Ganda Korban Terorisme

Awalnya ia mengira suara itu berasal dari tabung gas elpiji atau ban Bus Transjakarta di sekitar Terminal Kampung Melayu. Dia menghampiri lokasi ledakan dan mendapati banyak korban berjatuhan. Agung berupaya menolong mereka. Nahas, ledakan kedua terjadi.

“Saya sempat menolong juga. Di dekat halte, ada perempuan, ada polisi yang menyuruh untuk mencarikan angkutan umum. Setelah itu saya kembali ke lokasi tapi tiba-tiba saya merasa tidak kuat. Mata buram, kuping pengeng. Ternyata kaki saya sobek berdarah,” ujar Agung.

Agung mengalami sejumlah luka dan cedera. Urat tendon pada kaki kanannya terputus sehingga harus menjalani operasi dan serangkaian proses pemulihan. Ia harus memakai tongkat selama 6 bulan. Meskipun demikian, Agung tidak ingin berlama-lama memakai tongkat.

Baca juga Menjadi Pribadi Bermanfaat

Ia merasa bertanggung jawab untuk membantu perekonomian keluarganya. “Saya tidak ingin jadi beban, saya gak mau membebani orang tua, karena adik saya juga masih sekolah. Daripada saya di rumah mulu, makan, tidur, saya belajar untuk lepas tongkat,” katanya.

Sejak belia, Agung sudah bekerja di jalanan sebagai kondektur dan sopir angkutan umum. Ia berusaha membantu ibunya mencukupi kebutuhan sehari-hari setelah ayahnya meninggal pada tahun 2011. Karena itulah Agung tak mau berlama-lama menikmati penderitaan. Ia bertekad untuk segera bangkit.

Baca juga Sosok Kecil Bermental Besar

Meski trauma sempat menghampirinya, Agung terus berusaha melawan. “Kalau buat trauma-trauma, gimana ya, itu nanti malah bikin takut untuk keluar rumah. Saya butuh keluar rumah buat cari duit. Kalau di rumah terus jadi nyusahin ibu. Saya belajar tidak trauma,” tuturnya.

Kisah perjalanan hidup Agung menginspirasi petugas LPKA Tangerang, Wieki Yan Maharyani. Wieki mengaku kagum dengan kisah ketangguhan Agung. “Kisah Mas Agung sangat luar biasa. Saya sangat excited dengan pengalaman dan lika-liku kehidupan Mas Agung. Mas Agung tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri, tapi hidup untuk keluarganya,” ujar Wieky [LDAW]

Baca juga Menjadi Korban karena Menyelamatkan Korban

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *