03/11/2020

Inspirasi Damai Anak Amrozi dan Korbannya

Aliansi Indonesia Damai- Nilai-nilai perdamaian harus dipupuk sejak dini. Seberat apa pun tantangan kehidupan, generasi muda dapat menghadapinya dengan ketangguhan. Belajar dari anak pelaku terorisme dan penyintas, sepahit apa pun ujian menerpa mereka, hidup harus terus dilanjutkan dengan semangat positif.

Demikian salah satu pembelajaran yang muncul dalam Kongres Nasional Pemuda untuk Perdamaian yang digelar AIDA secara virtual pada Selasa (27/10/2020). Acara diikuti seratus lebih siswa-siswi dari belasan SMA di Indonesia, menghadirkan anak pelaku terorisme dan korbannya.

Baca juga Najwa Shihab: Literasi Digital untuk Perdamaian

Zuli Mahendra, anak dari almarhum Amrozi, pelaku bom Bali 2002, mengajak generasi muda untuk terus menebarkan perdamaian, menumbuhkan persaudaraan, dan mengedepankan hati bukan emosi dalam menghadapi setiap persoalan.

Mahendra menuturkan, dirinya pernah bertemu dengan keluarga korban yang meninggal akibat Bom Bali 2002. Ia hendak meminta maaf atas perbuatan orang tuanya yang telah membuat mereka menderita. Dalam pertemuan itu, bukannya mendendam, justru anak-anak korban telah mengikhlaskan kepergian orang tuanya dan memilih memaafkan pelakunya. Mereka tidak ingin mewariskan kebencian.

Baca juga Baiat Pemuda untuk Perdamaian Indonesia

“Saya memberanikan diri meminta maaf, yang pernah dilakukan oleh keluarga saya. Alhamdulillah, sekarang malah menjadi keluarga. Kita sharing pengalaman dan berbagi cerita,” ujar Mahendra.

Sebagai generasi muda, Mahendra berharap tidak ada lagi aksi-aksi kekerasan-kekerasan yang menghancurkan kemanusiaan di masa depan. Ia pun tak segan meminta maaf kepada semua korban dari perbuatan ayahnya.

Baca juga Komitmen Anak Korban dan Pelaku Terorisme untuk Perdamaian

Ibarat gayung bersambut, Ni Made Bagus Arya Dana, anak dari almarhum I Gede Badrawan, korban Bom Bali 2002, mengaku telah ikhlas dan menerima semua kenyataan yang ada. ”Semua hal yang terjadi sudah lewat. Made sudah mengikhlaskan,” katanya.

Ketua Pengurus AIDA, Hasibullah Satrawi, menilai, apa yang dilakukan oleh Mahendra dan Made adalah benih rekonsiliasi nasional. Dari Sabang sampai Merauke, dalam sejarah Indonesia banyak sekali peristiwa konflik traumatis. “Dari kisah keduanya, kita bisa menahan dan harus menekan rasa dendam dalam diri,” ujar alumni Universitas Al-Azhar Mesir itu. [FS]

Baca juga Semangat Siswa Lampung Menebar Damai

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *